SEKS PASCA STROKE


Sumber : YASTROKI

Benarkan stroke yang mengakibatkan kelumpuhan sebelah anggota tubuh sebagai kondisi yang ??mengharamkan?? mereka melakukan hubungan seksual, sehingga menyebabkan mereka tidak peduli lagi dengan seks? Bagaimana melakukan hubungan seksual yang benar bagi suami atau istri pasca stroke?

Kepala Biro Konsultasi Kesejahteraan Keluarga PK Sint Carolus, Jakarta, Dr Gerard Paat, MPH mengatakan, mitos yang mengharamkan penderita stroke melakukan hubungan seks perlu dihapus, karena kebanyakan pasien stroke tidak hanya mampu melakukan hubungan seks dengan keterbatasannya itu, tetapi juga membutuhkannya terutama bila pasien tersebut pria. Bahkan, minat seks pada penderita tetap ada, terutama pada minggu-minggu pertama pasca stroke.
Ditambahkannya, pada umumnya fungsi seksual pasca stroke sedikit atau banyak akan terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa penurunan gairah seksual, gangguan ereksi atau ejakulasi (pada pria), berkurangnya kebasahan vagina dan menurunnya kepakaan alat kelamin sampai gangguan orgasme (pada wanita).
Pada pasien dengan kelumpuhan unilateral, gangguan/hambatan dalam melaksanakan kegiatan seksual dapat disebabkan berbagai faktor, seperti gangguan ereksi penis pada awal kecacatan, ejakulasi dini, kesulitan dalam posisi, refleks yang meninggi, keengganan yang dirasakan oleh pasangan terhadap bagian tubuh yang cacat maupun hambatan dalam komunikasi verbal (menyebabkan komunikasi seksual pun terganggu) dan lain sebagainya.
Dalam melakukan hubungan seksual pada penderita stroke ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
?h Pertama, perilaku yang mengalami perubahan tergantung pada kerusakan otak. Kerusakan pada otak bagian kanan membuat penderita terlalu yakin dan tidak sabar yang dapat menyebabkannya bersifat implusif, kaku; yang dapat mengganggu fungsi seksual. Pada keadaan ini perlu menambah konsentrasi. Sedangkan kerusakan pada otak bagian kiri akan membuatnya sangat hati-hati, bahkan ragu-ragu untuk berhubungan seksual atau amat lambat dalam reaksi dan gerakannya. Di sini diperlukan pemberian semangat untuk membantunya meningkatkan keberanian.
?h Kedua, adanya perubahan emosi yang cepat. Di sini pasangan harus mampu menanggapinya sebagai sesuatu yang tidak bersifat pribadi. Bila muncul depresi gairah seks dapat amat berkurang. Mintalah petunjuk pada ahli atau teman senasib yang sudah pengalaman.
?h Ketiga, beberapa konsekuensi fisik dapat terjadi seperti kelumpuhan atau kehilangan rasa yang dapat mengganggu kegiatan seks. Dalam hal ini penting sekali untuk mencari dan menemukan bagian-bagian tubuh yang masih sensitif dan berusaha merangsang bagian yang tidak lagi sensitif. Perangsangan tersebut tidak akan berakibat buruk malahan dapat mengembalikan sensasi/fungsi bagian tersebut. Dan upayakanlah agar waktu perangsangan lebih lama.
?h Keempat, menggunakan posisi persetubuhan yang biasanya menyenangkan tentu tidak akan sulit. Carilah letak yang paling cocok yang tidak mengurangi keleluasaan gerak. Bila istri pasangan yang sehat, istri aktif tentunya lebih cocok.
?h Kelima, kejang otot dapat saja terjadi sewaktu berhubungan seks. Walaupun kadang-kadang menakutkan, keadaan ini tidak berbahaya dan hubungan seks dapat diteruskan.
?h Keenam, pada keadaan tertentu dengan petunjuk dokter dapat digunakan alat bantu seperti vibrator atau untuk merangsang gairah yang rendah gunakanlah bahan bacaan atau tontonan yang merangsang.
Beberapa keterbatasan yang dialami pasca stroke kadang dibuat lebih rumit lagi dengan rasa khawatir penderita terhadap kemungkinan terkena stroke lagi karena hubungan seks. Sebenarnya kekhawatiran tersebut tidak berdasar sama sekali. ??Memang penderita stroke harus menghindari hubungan seks bila banyak makan, sedang capai atau takut. Namun sebaliknya pula ketika berhubungan seks suhu kamar dan kondisi kamar harus nyaman dan tenang,?? ujar Gerard.
Karenanya kepada mereka yang memiliki pasangan penderita stroke diingatkan bahwa peranan pasangan menjadi sangat penting dalam seks pasca stroke. Dalam arti, diperlukan sikap pasangan yang positif dan selalu membari semangat, berperilaku sabar dan tekun, tidak pernah mengomel atau mengejek terhadap penderita, serta menunjukkan cinta kasih yang mau berkorban dan penuh pengertian.