Narkoba Marak Digunakan Pekerja

Dalam lima tahun terakhir, jumlah pengguna narkoba dari kalangan pekerja swasta cukup mencolok. Bahkan, penggunaan narkoba di kalangan aparat Polri dan TNI juga marak meskipun jumlahnya tidak sebanyak dari kalangan buruh.

Sementara itu, kampanye narkoba selama ini cenderung ditujukan kepada kalangan muda pelajar, yang jumlahnya tak setinggi pekerja. Hal itu terungkap berdasarkan data yang dapat dicatat Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang jenis pekerjaan pengguna narkoba di Indonesia pada kurun waktu 2001-2006.

Meski demikian, data statistik itu belum dapat menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan. Data itu hanyalah kasus yang bisa ditemukan lalu tercatat oleh BNN. Potret data tersebut dipastikan hanya fenomena gunung es, yang artinya dalam kenyataan boleh jadi lebih dramatis.

Berdasarkan data BNN, jumlah pengguna narkoba di kalangan pekerja swasta naik tajam pada tahun 2006 menjadi 13.914 orang, padahal tahun 2005 hanya 8.143 pekerja swasta. Lima tahun sebelumnya, tahun 2001, pencandu dari pekerja swasta 1.228 orang.

Potret yang juga memprihatinkan adalah buruh pengguna narkoba pada tahun 2006 sebanyak 4.675 orang dan pada tahun 2005 sebanyak 4.389 orang.

Terbesar di dunia

Kepala Direktorat IV Narkoba, Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Indradi Thanos mengatakan, Senin (19/11), sejak 2005 Indonesia menjadi pasar sabu (crystal methampetamine) tiga besar dunia, selain China dan Amerika Serikat. Perubahan dari negara transit menjadi negara tujuan berlangsung dalam dua tahun.

Indradi mengatakan, saat ini jumlah pengguna sabu di Tanah Air sudah mencapai 1,5 juta orang dari total pengguna narkoba sebesar 3,5 juta orang.

Dari Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta, Kepala Satuan Psikotropika Ajun Komisaris Besar Hendra Joni dan Kepala Bagian Analisis Direktorat Narkoba Ajun Komisaris Besar Agustiyanto menjelaskan, sejak tahun 2005 pasar psikotropika jenis ekstasi bergeser ke sabu.

Bahkan, kata kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ada kecenderungan Indonesia makin dianggap kondusif untuk kegiatan produksi berskala besar dalam rangka memenuhi kebutuhan dunia.

"Narkoba yang diproduksi di Indonesia mengikuti market mechanism dan lebih berorientasi ekspor karena hal itu jauh lebih menguntungkan. Selain ganja, narkoba untuk konsumsi dalam negeri sebenarnya lebih banyak hasil impor," kata Adrianus.

Sementara itu, Kepala Bidang Medis Terapi Rehabilitasi BNN Kusman Suryaatmaja mengatakan, pencandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif (narkoba) sangat sulit disembuhkan.

"Mereka harus melewati empat tahap. Tahap bebas dari obat, bebas dari tindak kriminal, kembali produktif, dan hidup sehat. Namun, melewati tahap demi tahap ini amat sulit. Tak heran jika banyak pencandu yang sudah bebas obat, akhirnya kembali kambuh," ujarnya.

Sumber: Kompas