GAMBARAN KLINIS CP
Gambaran klinis CP tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan:(2)
- Paralisis: Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
- Gerakan involunter: Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
- Ataksia: Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
- Kejang: Dapat bersifat umum atau fokal.
- Gangguan perkembangan mental: Retardalasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsyyang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikem bangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
- Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
- Problem emosional terutama pada saat remaja
DIAGNOSIS CP
Untuk menetapkan diagnosis diperlukan beberapa kali pemeriksaan, dengan anamnesis yang cermat dan pengamatan yang cukup, agar dapat menyingkirkan penyakit atau sindrom lain yang mirip dengan CP. Walaupun pada CP kelainan gerak motorik dan postur merupakan cirri yang utama, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa sering juga disertai dengan gangguan bukan motorik, seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologis dan lainnya.(1)
Pada umumnya diagnosis pada anak di bawah umur 6 bulan adalah sulit. Hal ini disebabkan pada umur di bawah 6 bulan tidak banyak “milestone” perkembangan baru. Padahal dengan diagnosis dini dan penanganan yang dini puka, maka prognosisnya jauh lebih baik. Oleh karena itu untuk memudahkan diagnosis maka Levine, membagi kelainan motorik pada CP menjadi 6 kategori yaitu:
- Pola gerak dan postur
- Pola gerak oral
- Strabismus
- Tonus otot
- Evolusi reaksi postural dan kelainan lainnya yang mudah dikenal
- Reflex tendon, primitive dan plantar.
Kriteria ini dapat secara nyata membedakan antara penderita CP dengan yang bukan. Diagnosis dapat ditegakkan apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori motorik tersebut dan disertai dengan proses penyakit yang tidak progresif.(1)
PENATALAKSANAAN MEDIS
Perawatan pada anak CP memerlukan pengertian dan kerja sama yang baik dari pihak orang tua/keluarga penderita. Hal ini akan tercapai dengan baik jika diorganisasi terpadu pada satu pusat klinik khusus. Cerebral palsy yang dikelola tenaga tenaga dari pelbagai multidisipliner.(1,2)
1. Obat obatan :
- Obat anti spastisitas
Biasanya indikasi pembarian obat obatan anti spastisitas pada penderita C.P. karena : Spastisitas penderita sangat hebat yang disertai rasa nyeri sehingga mengganggu program rehabilitasi, keadaan hiperefleksi yang sangat mengganggu fungsi motorik (misalnya: ada klonus kaki yang hebat), kontraksi fleksi pada tungkai yang progresif, dan spasitisitas penderita yang mempersulit perawatan.
- Obat psikotropik
- Antikonvulsan
2. Tindakan ortopedi
Salah satu indikasi dilakukan tindakan ortopedi jika sudah terjadi deformitas akibat proses spasme otot atau telah terjadi kontraktur pada otot dan tendon. Dalam hal ini harus dipertimbangkan secara matang beberapa factor sebelum melakukan tindakan bedah.
3. Fisioterapi
4. Terapi wicara
5. Terapi okupasi
6. Ortotik prostetik
Kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang sesungguhnya, tidak bisa terjadi pada CP. Tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai kompensasinya. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan, sedangkan bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
Prinsip program fisioterapi CP yaitu:(7)
- Mengurangi (memblok) tonus, postur, keseimbangan dan gerakan yang tidak normal dengan cara membangkitkan postur yang normal (Reflex Inhibitory Posture/RIP)
- Mempermudah munculnya tonus otot, postur, keseimbangan dan gerakan yang normal melalui penanganan yang benar (Reflex Inhibitory Movement/ RIM).
- Mendidik kembali fungsi sensomotorik dengan jalan penderita diminta merasakan tonus , postur, keseimbangan dan gerakan yang tidak normal atau dilatih dengan memposisikan tubuh pada posisi yang kita anggap benar berulang-ulang kali (Fascilitation).
- Mengevaluasi langsung dari respon pasien untuk melihat seberapa besar perkembangan proses kemandirian anak CP.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat melatih anak CP antara lain:(6)
- Tidak menimbulkan nyeri atau rasa takut dengan menggunakan tenaga yang berlebihan. Harus diregangkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
- Tidak menggerakkan sendi kian kemari seperti memompa, hal ini akan mempercepat peregangan yang meningkatkan kekakuan pada otot yang spastik.
- Tidak melakukan peregangan jika saat gerakan tiba-tiba menjadi kaku atau tidak terkontrol. Tunggu sampai otot-otot rileks seperti semula.
- Tidak meregangkan sendi secara berlebihan.
Tahapan teknik dasar latihan gerak pada anak CP terdiri dari 4 tahapan yaitu sebagai berikut:(7)
- Tahap I, merupakan latihan mengontrol kepala dan tangan.
- Latihan mengontrol kepala dan tangan sangat penting sebagai tahap awal dari latihan selanjutnya. Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui penumpuan tangan berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.
- Tahap II, merupakan latihan mengontrol badan untuk duduk
- Pada tahap ini, anak diajarkan untuk mempertahankan badannya tetap tegak sewaktu ia bergerak dari dan hendak bersandar pada tangannya. Posisi duduk akan membuat sang anak mampu melihat kedua tangannya dan mempergunakannya. Tujuan latihan pada tahap ini yaitu agar anak anak dapat beraktivitas ke segala arah pada saat duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok dari posisi duduk, dan beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.
- Tahap III, merupakan latihan untuk mengontrol tungkai untuk berdiri dan berjalan. Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini yaitu agar anak dapat mempersiapkan tungkainya dari duduk berlutut untuk selanjutnya berdiri.
- Tahap IV, merupakan informasi umum untuk keluarga, yaitu dengan menginformasikan kepada keluarga untuk senantiasa melatih anak dengan teratur dan penuh kasih saying agar anak lebih cepat mandiri. Keluarga atau orang tua diajarkan untuk menggerakkan sendi secara penuh setiap hari sekitar 3 kali per sendi tanpa disertai dengan gerakan paksaan. Hal ini untuk memelihara jarak gerak sendi anak dan untuk mencegah kekakuan.
DAFTAR PUSTAKA
.
1. Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Kurniadi, Adi. 2012. Cerebral Palsy. Makalah tidak diterbitkan. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
3. Wahyudi, Nurma. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Cerebral Palsy Spastic Diplegi Dengan Terapi Latihan Metode Bobath Di YPAC Surakarta. KTI tidak diterbitkan. Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Adnyana, I Made Oka. 1995. Tinjauan Kepustakaan: Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologis. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No 104.
5. Buranda, Theopilus. dkk. 2008. Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
6. Pratiwi, Gusti. 2011. Karakteristik Penderita Cerebral Palsy yang mendapatkan pelayanan Fisioterapi di Makassar.Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
7. Tim Penyusun. 2002. Modul1 :Tumbuh Kembang Anak Normal Sebagai Tolok Ukur Kemampuan Gerak Anak CP. Pemda Provinsi Sul-Sel Dinas Kesehatan.
sumber :
http://zahstraces.blogspot.com/2012/05/manajemen-fisioterapi-pada-kasus.html