Teman sejawat tentunya telah mengetahui problematika Carpal Tunnel syndrome, nah untuk kali ini saya akan posting kondisi-kondisi yang hampir sama dengan CTS namun lebih kompleks. Ternyata masih banyak tipe dari cedera syaraf baik itu entrapment neuropati, Axonotmesis, Neuronotmesis dst. Selamat membaca
A. Saraf Median
1. JERATAN PADA LIGAMEN STRUTHER
Ligamen Struther (jangan dikelirukan dengan arkade
Struther penyebab gangguan saraf ulnar), terletak 5 sm
proksimal epikondil medial. Saraf median dan arteria
brakhial lewat dibawah ligamen ini. Kompresi saraf oleh
ligamen Struther menimbulkan sindroma nyeri dengan
nyeri tekan lokal. Stern menemukan saraf median cabang
interosseus anterior dapat tertekan oleh ligamen
Struther, dengan akibat gangguan saraf motor. Fenomnena
ini tidak lazim. Pemeriksaan secara elektrodiagnostik
memperlihatkan pengurangan atau hilangnya potensial
sensori median (Russel, 1991). Pada lesi dengan de-
mielinasi predominan, kecepatan konduksi bisa lebih
lambat melintas segmen yang terkena dengan kecepatan
normal dibawahnya. Amplituda motor pada pemeriksaan
konduksi akan berkurang setelah kehilangan akson, tanpa
peduli daerah stimulasi. Dengan demielinasi, amplituda
motor hanya abnormal bila stimulasi diatas sisi lesi.
Pada berbagai keparahan kehilangan akson, denervasi
akan tampak pada semua otot yang diinervasi median pada
tangan dan lengan bawah. Tindakan seksi terhadap
ligamen secara efektif mengurangi gejala.
2. SINDROMA PRONATOR
Khas dengan nyeri ringan hingga sedang pada lengan
bawah. Nyeri bertambah dengan pergerakan siku, supinasi
dan pronasi berulang, dan genggaman berulang. Hilangnya
ketangkasan tangan, kelemahan ringan, parestesi saraf
median terjadi. Baal bisa terjadi, tidak hanya pada
jari, namun juga pada daerah tenar telapak karena
terkenanya saraf kutan palmar yang dicabangkan distal
dari kompresi. Gejala menyerupai sindroma terowongan
karpal, namun gejala parestesia disaat tidur tidak ada.
Nyeri lengan bawah serta nyeri tekan lokal dapat
ditimbulkan dengan mempertahankan pronasi. Tanda Tinel
bisa dijumpai diatas saraf.
Tingkat anatomis dari kompresi adalah didalam otot
pronator teres. Saraf median dan arteria brakhial
terletak antara kedua kepala pronator teres dan
berjalan disebelah dalam keasal fibrosa otot fleksor
digitorum superfisial. Kompresi bisa disebabkan oleh
lasertus fibrosus yang menebal, otot pronator yang
hipertropi, atau oleh band fibrosa yang kuat dari otot
fleksor digitorum superfisial. Hasil pemeriksaan
elektrodiagnostik sering normal. Bila hasilnya ab-
normal, temuan paralel dengan pasien dengan sindroma
ligamen Struther kecuali tidak adanya denervasi yang
terjadi pada otot pronator teres (JA Russel, 1991).
Tindakan terhadap pasien sindroma pronator ini
dimulai secara konservatif dengan anti-inflamatori
serta pembidaian. Dilakukan pencegahan kegiatan yang
bisa mempresipitasi. Bila tindakan ini tidak efektif,
operasi akan memberikan hasil yang baik. Lasertus
fibrosus dibebaskan dan saraf median ditranslokasikan
kesubkutan dianterior otot pronator teres. Saraf harus
ditampilkan mulai distal lengan atas kepertengahan
lengan bawah. Saraf median dan cabang utamanya harus
tampak. Hati-hati agar cabang saraf kutan medial lengan
bawah tetap dipertahankan. Cedera pada saraf ani
berakibat neuroma yang nyeri.
3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS ANTERIOR
Sindroma ini pertama diperkenalkan oleh Killoh dan
Nevin yang meyakini bahwa penyebabnya adalah neuritis.
Saraf interosseus anterior memisahkan diri dari saraf
median utama sekitar 8 sm distal epikondil lateral. Ia
memberikan cabang sensori pada sendi pergelangan dan
memberikan inervasi motor keotot fleksor pollisis
longus serta otot fleksor digitorum profundus jari
telunjuk dan tengah, serta otot pronator kuadratus.
Daerah penekanan sedikit lebih distal pada massa otot
pronator teres dibanding pada sindroma pronator.
Kompresi disebabkan asal tendo kepala dalam otot
pronator teres, yang menyilang saraf interosseus
anterior pada asalnya disaraf median utama. Pembesaran
bursa bisipital juga dijelaskan sebagai penyebab.
Walau nyeri dan nyeri sentuh terjadi pada lengan bawah
pasien dengan sindroma saraf interosseus anterior,
gejala utama dan temuan objektif adalah motor. Harter
menemukan bila tidak ditindak, nyeri sering berkurang.
Kehilangan motor kemudian mengikuti. Khas, cubitan
abnormal terjadi karena ketidakmampuan memfleksikan
sendi interfalang ibu jari.
Hasil pemeriksaan konduksi saraf khas dengan hasil
normal pada pasien dengan sindroma saraf interosseus
anterior (JA Russel, 1991). Hasil elektromiografi jarum
menunjukkan denervasi terbatas pada tiga otot yang
diinervasi saraf ini. Terkadang pasien secara klinis
menunjukkan sindroma ini dengan elektrodiagnostik
menunjukkan lesi yang lebih proksimal pada saraf
median. Mungkin fasikel yang diperuntukkan bagi saraf
interosseus anterior terkena lebih selektif pada
keadaan ini. Tampilan bedah serupa dengan untuk
sindroma pronator.
4. SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
Epidemiologi dan Etiologi
Sindroma ini merupakan kelainan saraf karena jeratan
yang paling sering terjadi. Wanita sedikit lebih
sering. 50 % terjadi pada dekade kelima dan keenam.
Sering terjadi pada pekerja yang melakukan gerakan
pergelangan berulang atau penekanan yang lama pada
'tumit' tangan. Cedera rekreasi pada tangan dan
pergelangan semakin besar kejadiannya sebagai penyebab
sindroma ini. 5-10 % mempunyai riwayat cedera yang baru
maupun lama pada pergelangannya.
Beberapa kelainan sistemik berkaitan dengan
sindroma ini. Artritis rematoid, amiloidosis, dan hipo-
tiroidisme mempredisposisi kompresi saraf median
didalam terowongan karpal akibat penebalan dan
hipertropi ligamen dan jaringan ikat lainnya. Sindroma
ini juga lebih sering terjadi berkaitan dengan kelainan
yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf
iskemik seperti DM, gagal ginjal, atau alkoholisme.
Defisiensi piridoksin (vitamin B6) diduga sebagai
faktor etiologis. Gejala transien kompresi saraf
median sangat sering dijumpai pada kehamilan dan
biasanya menghilang spontan setelah melahirkan. Semua
lesi massa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu
saraf median seperti neurofibroma, sista ganglion, dan
tumor jinak lainnya. Otot dan tendo anomali, arteria
median persisten atau anomali vaskuler lainnya bisa
menyebabkan sindroma ini. Keadaan lokal lainnya seperti
inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada
tenosinivitis), fraktura tulang karpal, dan cedera
termal pada tangan atau lengan bawah bisa berhubungan
dengan sindroma ini.
Phalen mengatakan bahwa etiologi pada kebanyakan
adalah idiopatik. Ia membiopsi sinovium tendon fleksor
didekat saraf median. Ia menemukan inflamasi kronis
serta fibrosis dari fleksor sinovialis, seperti
tenosinovitis, pada sebagian besar kasus. Ia juga
meyakini imbalans vassomotor dari disfungsi simpatetik
berperan, walau belum ada bukti ilmiah.
Terpenting, setiap proses yang mengurangi daerah
potongan melintang terowongan karpal atau penambahan
isi kandungannya bisa berakibat kompresi serta jeratan
saraf median, terutama bila kelainan saraf yang
bersamaan mempredisposisi saraf akan cedera akibat lesi
kompresif.
Diagnosis Klinis
Gejala
Sindroma ini khas dengan rasa tidak enak dan baal yang
tipikal dari tiga jari lateral (setengah radial tangan)
dan nyerinya sering dikatakan sebagai parestesia 'pin
and needles', walau terkadang lebih tumpul dengan
kualitas nyeri. Nyeri mungkin mengenai seluruh tangan
atau, pada kasus khas, menjalar keproksimal kelengan
bawah, lengan atas, atau bahkan bahu, menyebabkan
gejala yang mudah dikacaukan dengan sindroma kompresi
akar saraf C6. Sindroma ini sering bilateral, walau
gejala biasanya lebih buruk pada tangan yang dominan.
Gambaran yang paling membedakan sindroma ini
adalah eksaserbasi nokturnal dari gejalanya. Pasien
sering mengeluh terbangun oleh nyeri pada saat pagi
masih dini. Menggoyang dan mengurut tangan yang sakit
sering mengurangi rasa tidak enak. Diduga akinesia saat
tidur menyebabkan stasis vena pada ekstremitas, yang
mengekaserbasi kompresi saraf median didalam terowongan
yang sudah sempit. Dengan menggoyang dan menggerakkan
tangan, kembalian vena membaik, menyebabkan pengurangan
tekanan didalam terowongnan, jadi mengurangi parestesia
yang tidak enak. Penggunaan tangan berlebihan, terutama
dengan gerakan fleksi pergelangan yang berulang atau
kuat, mungkin juga memperberat gejala.
Berbeda dengan kelainan saraf ulnar pada siku,
dimana tidak biasa terjadi kelemahan dan atrofi pada
tahap awal dari sindroma terowongan karpal. Atrofi
tenar serta kelemahan oposisi jempol adalah pertanda
dari kelainan yang lanjut. Menarik bahwa pada sedikit
pasien yang mulanya dengan kelemahan dan atrofi sering
hanya mengalami sedikit nyeri.
Temuan
Riwayat saja biasanya menetapkan diagnosis. Temuan
abnormal pemeriksaan neurologis mendukung diagnosis
pada pasien dengan gejala kurang khas, walau kelainan
objektif umumnya jarang kecuali pada kasus yang lebih
parah. Hipestesia pada distribusi saraf median bisa
dijumpai, kecuali diatas eminens tenar dan pangkal
telapak. Ini karena cabang kutan palmar saraf median
muncul dari proksimal dan menuju permukaan melintas
ligamen karpal transversa. Cabang sensori ini sering
bebas dari efek jeratan didalam terowongan karpal.
Defisit motor lebih jarang tampak. Dua otot terpenting
yang diinervasi saraf median distal adalah opponen
pollisis dan abduktor pollisis brevis. Yang pertama
diperiksa dengan menyuruh pasien mengoposisikan jempol
ketelapak dan menggerakkan kemedial menuju pangkal jari
kelima dengan melawan tahanan. Yang terakhir diperiksa
dengan menahan abduksi aktif jempol menjauhi bidang
telapak. Denervasi yang bermakna dan jangka lama
terhadap otot ini menyebabkan atrofi tonjolan tenar.
Duapertiga pasien akan mengalami sensasi listrik
menyebar ketelapak dan tiga jari pertama bila saraf
median pada lipat pergelangan diperkusi. Ini disebut
'tanda Tinel' yang secara klasik dihubungkan dengan
jeratan saraf median pada pergelangan; namun laporan
mutakhir menyatakan tes ini bernilai membingungkan
dalam memastikan diagnosis sindroma ini karena
tingginya kejadian positif palsu pada orang yang
asimtomatis. Prediktor sindroma ini yang lebih adekuat
adalah 'tes fleksi pergelangan Phalen'. Pasien disuruh
mengangkat lengan bawah vertikal dengan pergelangan
fleksi selama 60 detik. Terjadinya disestesia yang
nyeri menunjukkan kemungkinan besar atas diagnosis. Hal
yang serupa, memompa kuf tekanan darah sekeliling
lengan bisa membangkitkan gejala. Sekali lagi,
eksaserbasi gejala pada tes ini mungkin karena distensi
vena didalam dinding yang kaku dari terowongan karpal.
Elektrodiagnostik
EMG dan kecepatan konduksi saraf harus dilakukan untuk
menegaskan, bukan memastikan, diagnosis. Indikasi
operasi tidak semata berdasar hasil tes ini, namun
lebih berdasarkan pada temuan klinis. Pemeriksaan
elektrodiagnostik membantu membedakan sindroma ini dari
kelainan lain seperti jepitan akar saraf servikal atau
sindroma pintu torasik.
Temuan kelainan yang paling sensitif dan paling
dini adalah pemanjangan latensi konduksi sensori
melintas pergelangan. Normalnya latensi distal melalui
terowongan karpal keabduktor pollisis brevis adalah
kurang dari 4.5 milidetik. Latensi motor yang memanjang
umumnya terjadi pada proses jeratan lebih lanjut.
Amplituda potensial aksi sering berkurang. Potensial
denervasi opponen pollisis dan abduktor pollisis brevis
menunjukkan keparahan dan mungkin kerusakan saraf
median yang irreversibel.
Kecepatan dan latensi konduksi saraf secara
fisiologis bervariasi, seperti terhadap usia dan status
metabolik pasien, suhu, catu vaskuler, dan parahnya
edema pada lengan. Bila pemeriksaan elektrodiagnostik
meragukan, tunggu 4-6 minggu untuk mrngulanginya
sebelum memutuskan tindakan bedah. Walau kelainan
listrik tidak terbukti pada hingga 10 % pasien,
beberapa ahli tidak memikirkan dekompresi tanpa
penegasan elektrodiagnostik.
Diagnosis Diferensial
Bedakan dengan proses serupa yang menyebabkan nyeri dan
disfungsi neurologis pada aspek radial lengan bawah dan
tangan. Termasuk juga pleksus brakhial karena tumor,
trauma atau inflamasi, dan jarang sindroma pintu
torasik. tersering adalah radikulopati C6-C7 karena
herniasi diskus servikal atau spondilosis. Khas, nyeri
berasal dari leher dan bahu dan menyebar turun kelengan
sebagai nyeri tajam keaspek radial tangan. Eksaserbasi
nyeri dengan menggerakkan tulang belakang leher adalah
faktor diagnostik bermakna pada sindroma nyeri ini.
Umumnya penekanan akar saraf C6-C7 menimbulkan defisit
motor pada lengan atas, seperti kelemahan biseps atau
triseps, dan berkurangnya refleks tendon dalam. Otot
tangan intrinsik relatif tidak terkena.
Saraf median mungkin terjerat ditempat lain.
Sindroma pronator disebabkan kompresi pada lokasi
sekitar distal humerus, siku dan proksimal lengan
bawah. Jeratan didaerah ini menyebabkan nyeri pada
permukaan voler lengan bawah dan hipestesia setengah
radial tangan. Kelemahan otot tenar lebih jarang.
Gejala biasanya ditimbulkan oleh gerakan, terutama
fleksi kuat siku atau pronasi lengan bawah. Tes fleksi
pergelangan Phalen khas negatif. Juga sindroma inter-
osseus anterior menyebabkan nyeri diproksimal lengan
bawah. Nyeri ini ditimbulkan oleh gerakan dan berkurang
dengan istirahat. Karena ia mengenai cabang interosseus
anterior sebelah distal ia meninggalkan saraf median
difossa kubiti, inervasi sensori dan motor dari tangan
tidak langsung terkena, walau nyeri mungkin menyebar
ketangan.
Sindroma terowongan karpal mungkin bersamaan
dengan lesi lain pada akar saraf, pleksus brakhial,
atau saraf median. Radikulopati servikal bersamaan
ditemukan pada lebih dari 10 % sindroma terowongan
karpal yang dibuktikan secara elektrik. Ini dikenal
sebagai 'double crush syndrome'. Dugaan atas sindroma
ini berdasar konsep bahwa kompresi proksimal saraf
mungkin melemahkan kemampuan saraf untuk bertahan atas
kompresi yang lebih distal.
Pengelolaan
Terapi non-bedah
Banyak kasus, terutama yang ringan atau yang tampil
pada awal perjalanan penyakit, sembuh sendiri dan
spontan tanpa operasi. Pada kasus yang berkaitan dengan
kelainan sistemik, seperti akromegali dan hipo-
tiroidisme, tindakan atas penyakit yang mendasarinya
mungkin memperbaiki atau menghilangkan gejala.
Kejadian pada kehamilan diduga karena retensi air
pada jaringan ikat sekitar pergelangan. Disestesia
nokturnal dan eksersional pada setengah radial telapak
terjadi pada 10-25 % wanita hamil. Sindroma biasanya
terjadi bilateral. Onset gejalanya khas pada trimester
ketiga. Penyembuhan biasanya spontan beberapa minggu
setelah melahirkan pada kebanyakan kasus. Terapi dengan
analgesik dan pembidaian. Pada kasus yang jarang, nyeri
refrakter terhadap tindakan nonbedah; beralasan untuk
operasi dekompresi dalam anestesi lokal. Kehamilan yang
berturutan dengan episoda sindroma berulang, menegaskan
hubungan sindroma ini dengan kehamilan.
Diuretik mungkin membantu pada pasien yang
berhubungan dengan retensi cairan berlebihan, seperti
pada gagal jantung bendungan. Mengontrol hiperglikemia
pada DM dan mengurangi berat pada obesitas akan
mengurangi gejala. Analgesia adekuat didapat dengan
obat anti-inflamasi non-steroid, walau untuk jangka
panjang belum jelas menfaatnya. Pemberian piridoksin
secara luas tidak dianggap bermanfaat. Bila sindroma
berhubungan dengan pekerjaan, rubah cara kerja atau
ganti pekerjaan.
Gejala ringan dan awal mungkin membaik setelah
tiga minggu penyuntikan steroid; namun bila gejala
lebih berat, gagal berreaksi terhadap cara ini. Lainnya
menemukan bahwa penyuntikan steroid hanya mengurangi
gejala secara temporer. Pada dekade terakhir cara ini
sudah ditinggalkan. Indikasi primernya, bagaimanapun,
mungkin mengontrol gejala selama penyebabnya temporer
dan reversibel seperti kehamilan, atau setelah operasi
gagal.
Terapi Bedah
Indikasi operasi pembebasan terowongan karpal adalah
(1) pengecilan tenar dan disfungsi tangan yang
progresif cepat, atau (2) gejala yang jelas yang tidak
berkurang dengan cara konservatif.
Pada kasus bilateral, jarang diperlukan operasi
secara bersamaan. Tangan yang lebih parah (bila
simetris, tangan yang nondominan) dioperasi pertama.
Tangan kontralateral dioperasi 6 minggu setelahnya,
setelah tangan pertama membaik dan menuju fungsi penuh.
Umumnya disetujui bahwa tindakan simultan bilateral
akan menyebabkan gangguan fungsi dan ketergantungan,
walau untuk sementara. Sering gejala tangan yang tidak
terlalu terganggu membaaik spontan dan tidak memerlukan
operasi.
b. Saraf Ulnar
1. ARKADE STRUTHER
Terletak dimana saraf ulnar lewat melalui septum
intermuskuler medial kekompartemen posterior. Ia adalah
septum fibrosa yang terletak 8 sm proksimal epikondil
medial. Arkade ini jarang sebagai tempat kompresi
primer. Menjadi penting setelah transposisi anterior
saraf karena tarikan proksimal menjerat saraf. Penting
untuk melepas 'band' saat mentransposisi saraf untuk
mencegah kompresi sekunder ini.
2. KANAL GUYON
Terdapat pada aspek medial dari pergelangan. Tepi
anteriornya adalah ligamen karpal voler, sedang tepi
posteriornya ligamen karpal transversa. Didalam kanal,
saraf ulnar berjalan bersama arteria dan vena ulnar dan
membagi menjadi cabang sensori dan motor. Lesi distal
hanya mengenai cabang motor, sedang lesi proksimal
mengenai baik cabang motor maupun sensori. Karena
cabang motor terletak dalam dan terikat saat melewati
sekitar kait tulang hamat, ia terancam lesi kompresif
(GJ Gumley, 1991). Lesi desak ruang seperti ganglia,
berakibat kompresi seperti pada cedera kerja kronik
pada pemakai sepeda dan orang yang menggunakan tangan
sebagai palu. Lesi desak ruang bisa dijumpai pada
pasien dengan fraktura tulang pisiform atau kait tulang
hamat.
Paresis motor sejati berakibat 'clawhand' sebagai
akibat kelemahan intrinsik dan separasi jari keempat
dan kelima (Tanda Wartenberg). Kompresi saraf campuran
menimbulkan parestesia dan kehilangan sensori serta
'clawhand' tipikal.
Temuan elektrodiagnostik tergantung apakah lesi
predominan aksonal atau demielinasi (JA Russel, 1991).
Pada lesi demielinasi, perlambatan latensi motor dan
sensori melintas pergelangan bisa diharapkan, terutama
bila pemeriksaan sensori dilakukan dengan teknik
palmar, dan konduksi motor dilakukan saat mencatat dari
otot interosseus dorsal pertama. Pada lesi aksonal,
amplituda motor dan sensori berkurang dan denervasi
ditemukan pada otot ulnar tangan. Pengurangan amplituda
cabang kutan dorsal saraf ulnar atau denervasi pada
otot ulnar lengan bawah menunjukkan adanya lesi
proksimal dari pergelangan.
Bila pasien tidak berreaksi atas pembidaian dan
obat anti inflamatori, kanal harus dieksplorasi. Harter
menganjurkan bahwa operasi diindikasikan lebih dini
dibanding pasien dengan kelainan saraf kompresi lain
karena terganggunya motor. Cabang permukaan maupun
dalam dari saraf didalam kanal harus dieksplorasi.
Semua massa seperti sista ganglion atau kait tulang
hamat yang bergeser harus dibuang.
3. SINDROMA TEROWONGAN KUBITAL
Karena pentingnya fungsi tangan pada kehidupan sehari-
hari, saraf ulnar, yang memberikan inervasi motor
utama pada tangan, mungkin merupakam saraf perifer
somatik terpenting pada tubuh. Kelainan saraf ulnar
berakibat cacad bermakna akibat hilangnya fungsi tangan
akibat nyeri, baal dan kelemahan. Penyebab kelainan
saraf ulnar tersering adalah jeratan, jepitan,
regangan, atau gesekan pada atau sekitar siku.
Karena tumpang-tindihnya proses patologis yang
dapat menimbulkan kelainan saraf ulnar pada siku,
tinjauan atas penyebab dan tindakan yang dilaporkan
pada literatur dapat membingungkan dan menyesatkan.
Misalnya adalah berbagai istilah yang diberikan pada
beberapa dekade terakhir untuk menjelaskan fenomena
kelainan saraf ulnar pada siku. Proses penyakit ini
pernah dikatakan sebagai palsi ulnar lambat (tardy),
neuritis ulnar traumatika, neuritis kompresi saraf
ulnar, sindroma Feindel-Osborne, serta sindroma
terowongan kubital.
Beberapa istilah seperti palsi ulnar lambat tidak
memadai untuk menjelaskan kebanyakan kelainan saraf
ulnar. Istilah ini digunakan hanya untuk pasien dengan
perburukan fungsi saraf ulnar yang lambat dan kronik
dalam beberapa bulan atau tahun setelah cedera siku,
terutama bila bersamaan dengan fraktura suprakondiler
atau fraktura epikondil medial. Istilah yang disukai
saat ini adalah sindroma terowongan kubital. Istilah
ini terkadang terlalu menyederhanakan: kelainan saraf
ulnar pada siku mungkin akibat beberapa faktor selain
kompresi didalam terowongan kubital, seperti subluksasi
berulang saraf ulnar keluar alurnya, atau jeratan
proksimal atau distal terowongan kubital. Istilah
sindroma terowongan kubital, secara luas, yaitu
kelainan saraf fokal yang mengenai saraf ulnar dalam
lingkungan terowongan kubital.
Anatomi Bedah
Perjalanan Anatomik Saraf Ulnar
Saraf ulnar adalah saraf terbesar yang berasal dari
kord medial pleksus brakhial. Membawa serabut saraf
dari saraf servikal kedelapan dan torasik pertama.
Dilengan atas, berjalan medial dari arteria brakhial
hingga pertengahan lengan, dimana menembus septum
intermuskuler dan berjalan menuju aspek dorsal dan
medial siku sepanjang kepala medial triseps. Setelah
melalui belakang epikondil medial humerus pada alur
antaranya dengan olekranon (dikenal sebagai terowongan
kubital), saraf ulnar memasuki lengan bawah antara dua
kepala otot fleksor karpi ulnaris.
Melintas alur ini, saraf berjalan kekompartemen
ekstensor lengan kekompartemen fleksor lengan bawah.
Lebih kedistal lengan bawah, saraf ulnar bergabung
dengan arteria ulnar dan muncul kearah permukaan tepat
lateral dari fleksor karpi ulnaris sebelum berjalan
melintas pergelangan medial, superfisial terhadap
ligamen karpal transversa (retinakulum fleksor) ke
tangan.
Inervasi Oleh Saraf Ulnar
Seperti saraf median, saraf ulnar tidak mempunyai
cabang di lengan, namun menginervasi lengan bawah dan
tangan. Tidak seperti saraf median, serabut motor saraf
ulnar terutama menginervasi tangan dibanding lengan
bawah.
Walau saraf ulnar memberi sejumlah cabang
artikuler kecil pada sendi siku, namun tidak sebelum ia
melalui antara kedua kepala fleksor karpi ulnaris
dimana ia mencatu inervasi motor dan sensori. Ketika
saraf terletak superfisial setelah melalui perut
fleksor karpi ulnaris, dimana ia memberi inervasi motor
padanya dan otot fleksor digitorum profundus, ia
memberi cabang kutan palmar yang menembus fasia tepat
proksimal pergelangan dan mencatu kulit eminens
hipotenar dan aspek median telapak. Cabang kutan
dorsal saraf ulnar muncul 5 sm. proksimal pergelangan
dan membelok kedorsal, dimana ia memberikan serabut
sensori untuk setengah medial dorsum tangan dan jari
keempat dan kelima.
Kepentingan bedah atas cabang kutan saraf ulnar
adalah cabang kutan antebrakhial medial. Walau tidak
secara anatomis merupakan cabang saraf ulnar, ia cabang
dari kord medial pleksus brakhial pada daerah asal
saraf ulnar. Ia menembus fasia brakhial pada bagian
bawah lengan pada aspek medial. Cabang anterior yang
lebih besar saraf kutan ini memberikan serabut sensori
keaspek ventral dan medial lengan distal dan lengan
bawah proksimal, serta fossa kubital. Cabang ulnar yang
lebih kecil melalui ventral epikondil medial humerus
dan mencatu kulit pada aspek dorsomedian lengan bawah.
Putusnya satu atau lebih cabang saraf kutan anterior
median ini saat dekompresi atau transposisi saraf ulnar
pada siku dapat menyebabkan baal lengan bawah medial
atau nyeri karena pembentukan neuroma.
Setelah melalui telapak, saraf ulnar membagi diri
menjadi cabang superfisial dan cabang dalam. Cabang
superfisial membawa serabut sensori keaspek telapak
jari kelima dan setengah median jari keempat. Cabang
dalam (motor) berjalan dalam melalui otot eminens
hipotenar yang diinervasinya. Kompartemen hipotenar
terdiri tiga otot: abduktor digiti minimi, fleksor
digiti minimi brevis, dan opponens digiti minimi.
Selanjutnya arkusnya melintas telapak, mencatu inervasi
lumbrikales ketiga dan empat, semua otot interosseus,
dan adduktor pollisis.
Anatomi Terowongan Kubital
Ketika saraf ulnar melalui alur dibelakang epikondil
medial humerus dan melewati sendi siku, ia terletak
pada arkade fibrosa yang dibentuk oleh jaringan fasia
padat. Aponeurosis ini menjembatani secara transversal
alur dari perlekatan satu kepala fleksor karpi ulnaris
pada epikondil medial humerus untuk melekat pada kepala
lainnya pada aspek medial olekranon. Terowongan ini
dikenal sebagai 'terowongan kubital'.
Tepi paling proksimal arkade fibrosa ini, dikenal
sebagai band Osborne, sering menebal dan sering sebagai
tempat kompresi saraf dibawahnya. Selain saraf ulnar,
isi lain terowongan kubital adalah ligamen ulnohumeral
yang menghubungkan sendi siku [terutama ligamen
kolateral ulnar (atau medial)] dan sejumlah kecil
jaringan fibrolemak.
Terowongan kubital secara anatomis dapat dibagi
tiga bagian: (1) pintu masuk terowongan tepat
dibelakang epikondil medial, (2) daerah sekitar apo-
neurosis fasial yang menghubungkan kedua kepala fleksor
karpi ulnaris, dan (3) perut otot fleksor karpi ulnaris
sendiri.
Faktor Anatomis dan Fisiologis yang Berkaitan dengan
Kelainan Saraf Ulnar pada Siku
Sindroma ini mungkin disebabkan sejumlah proses
patologis. Tidak semua proses patologis tersebut adalah
lesi kompresif atau proses jenis jeratan. Neuritis yang
berhubungan dengan gesekan mungkin berperan nyata pada
terjadinya sindroma ini. Ini mungkin terutama pada
dislokasi kronik dan berulang saraf dari alur ulnar.
Kompresi saraf ulnar didalam terowongan kubital
paling sering akibat konstriksi saraf oleh aponeurosis
diatasnya. Lebih jarang akibat agen kompresif seperti
inflamasi, sinovitis rematoid, lipoma dan tumor lain,
fragmen tulang, osteofit dari artikulasi ulnohumeral,
dan anomali jarang yang disebut otot epitrokhleo-
ankoneus persisten. Jeratan diluar terowongan kubital
sudah diketahui. Setiap daerah seperti septum
intermuskuler medial, arkade struther, kepala medial
triseps, dan alur antara dua perut otot fleksor karpi
ulnaris sudah diketahui sebagai tempat kompresi.
Etiologi sering lainnya adalah cedera berulang
atau tekanan pada saraf, seperti kebiasaan bersandar
pada meja dengan siku saat bekerja. Kegiatan seperti
menyekop, mengayun kapak atau cangkul, dan tidur dengan
lengan fleksi pada siku memacu timbulnya kelainan saraf
ulnar.
Kelainan saraf mungkin karena perubahan isi
terowongan kubital pada fleksi dan ekstensi. Pada
ekstensi, terowongan mempunyai isi terbesar, karena
longgarnya aponeurosis diatasnya dan ligamen kolateral
ulnar dibawahnya. Saat fleksi, dua titik perlekatan
aponeurosis pada epikondil dan olekranon menyebar,
menyebabkan atap fasial menjadi tegang. Hal yang serupa
terjadi pada ligamen kolateral ulnar sepanjang lantai
terowongan yang menjadi tegang. Pengurangan volume
terowongan kubital berakibat kompresi dan iskemia fokal
pada saraf. Fleksi siku dan peregangan berulang pada
saraf ulnar sekitar epikondil medial juga berperan pada
kerusakan saraf.
Proses kompresif kronis seperti yang dijumpai pada
fraktura siku yang malunion serta cubitus valgus
mungkin menyebabkan palsi ulnar tardy. Sebaliknya,
kejadian akut tunggal dapat menyebabkan kelainan saraf
ulnar pada siku; benturan tajam pada siku, injeksi
steroid pada siku untuk bursitis atau epikondil medial,
dan terbaring untuk waktu tertentu pada permukaan keras
dengan siku tak terlindung (seperti pada kamar operasi
atau mabuk). 10-30 % kasus adalah idiopatik dan etio-
logi kelainan sarafnya tak dapat dijelaskan.
Seperti saraf median pada sindroma terowongan
karpal, saraf ulnar menjadi lebih terancam atas lesi
kompresif oleh proses metabolik yang menyebabkan de-
mielinasi, edema endoneural/perineural, serta iskemia
saraf seperti terjadi pada DM, alkoholisme dan mal-
nutrisi, defisiensi vitamin, atau sindroma paraneo-
plastik.
DIAGNOSIS KLINIS
Gejala dan temuan
Baal dan 'tingling' aspek ulnar tangan, kelemahan dan
kekakuan, atrofi tenar dan interossei dorsal pertama
adalah keluhan tersering. berbeda beda dengan sindroma
terowongan karpal, nyeri jarang sebagai komponen utama
dari kompleks gejala. Nyeri disebut sebagai sensasi
sakit pada medial siku dan lengan bawah bersama dengan
disestetik tingling pada tangan. Nyeri perih jarang dan
harus mewaspadakan akan kelainan lain, seperti kelainan
akar servikal. Pasien mungkin mengeluhkan perburukan
mendadak setelah bekerja atau gerak fleksi-ekstensi
yang kuat dan berulang pada siku. Pasien yang tidur
dengan tangan dibawah kepala, menyebabkan 'hiperfleksi'
siku yang lama, mengalami gejala yang lebih jelas saat
bangun.
Gay dan Love menemukan atrofi otot intrinsik
tangan dan kelemahan pada 90 % pasien paralisis ulnar
tardy. Nyatanya atrofi yang nyata sering dikalahkan
oleh adanya perubahan sensori dan kelemahan subjektif.
Hipoestesia pada distribusi saraf ulnar pada tangan
dijumpai pada 75 % pasien. Setengahnya dijumpai dengan
pembesaran dan pembengkakan saraf ulnar yang teraba
dibelakang siku. Beberapa dengan nyeri sentuh saraf.
Perubahan atrofik tangan bisa sangat jelas.
Tonjolan hipotenar sering mendatar, terutama sepanjang
sisi medial tangan. Lebih mengesankan adalah depresi
antara jempol dan telunjuk pada aspek dorsal tangan,
menunjukkan atrofi otot interosseus dorsal pertama.
Tiga otot pada tonjolan hipotenar untuk abduksi,
adduksi, fleksi dan rotasi jari kelima. Yang paling
mudah untuk diperiksa adalah abduktor digiti minimi.
Kelemahan otot ini tampil sebagai kesulitan membuka
(abduksi) jari-jari. Termudah dilihat bila kelemahan-
nya uni lateral, hingga bisa dibandingkan dengan tangan
lainnya. Kelemahan adduksi kelingking disebut sebagai
tanda Wartenberg, mungkin temuan motor yang paling
sensitif padaada sindroma terowongan kubital.
Karena kebanyakan otot yang diinervasi saraf ulnar
menyangkut fleksi jari, kekuatan genggam mungkin
indikator penting pada fungsi saraf ulnar. Adduktor
polisis dites dengan menjepit kertas antara jempol dan
telunjuk. Kelemahan berakibat kertas mudah ditarik.
Sebagian pasien mengkompensasinya dengan memfleksikan
sendi interfalang jempol dengan memakai fleksor polisis
longus, yang diinervasi cabang interosseus anterior
saraf median. Ini disebut tanda Froment, khas pada
kelainan saraf ulnar.
Kelemahan otot fleksor karpi ulnaris dan fleksor
digitorum profundus (yang diinervasi saraf ulnar tepat
didistal siku) jarang dilaporkan sebagai temuan klinis
pada sindroma terowongan kubital. Beberapa secara
keliru menganggap karena saraf yang menginervasi otot
ini berasal proksimal dari siku. Campbell hanya
menemukan 10 % yang timbul pada atau proksimal dari
terowongan kubital. Disimpulkan bahwa utuhnya fleksor
karpi ulnaris tidak berhubungan dengan tingkat asal
percabangannya, namun lebih karena hubungannya dalam
topografi neural internal serta berat dan tingkat
kompresi. Yang lain memastikan mengapa otot ini bebas
dari kehilangan innervasi: serabut yang menginnervasi
terletak pada aspek dalam dari saraf dan terhindar dari
efek kompresi oleh serabut yang terletak lebih
kepermukaan tangan.
Kelemahan tampaknya lebih sering dari pada yang
dilaporkan. Karena sulitnya melacak perubahan motor
yang halus, kelemahan mungkin tidak diperiksa atau
terabaikan. Walau tidak bisa secara tepat menaksir
fungsi otot fleksor karpi ulnaris, Craven dan Green
menemukan kelemahan fleksor digitorum profundus pada
66 % pasien. Sebagai tambahan, Campbell menemukan
kelainan EMG berat fleksor karpi ulnaris pada hampir
setengah kasus kelainan ulnar.
Perkusi daerah diatas alur ulnar menimbulkan
tingling dan baal pada medial lengan bawah dan tangan.
Fenomena ini serupa dengan tanda Tinel pada sindroma
terowongan karpal. 'Tinel' positif pada saraf ulnar
adalah temuan nonspesifik dan sering ditemukan pada
orang tanpa bukti lain adanya kelainan saraf ulnar.
Terkadang fleksi maksimal siku untuk 1-2 menit bisa
mengakserbasi gejala. TesTes fleksi siku ini, yang
kegunaannya belum terbukti, mungkin analog dengan tes
fleksi pergelangan Phalen pada jeratan saraf median.
Kubitus valgus, epikondilitis medial, sinovitis
rematoid, dan massa seperti umor atau fragmen tulang
bisa dijumpai. Kebanyakan dari temuan ini memerlukan
tindakan yang berbeda dari sindroma kubital idiopatik.
Ini terutama bila saraf ulnar mengalami subluksasi
keluar alurnya dan diatas epikondil medial dapat diraba.
Tes Diagnostik
Semua pasien diduga sindroma terowongan kubital harus
mendapatkan pemeriksaan EMG dan kecepatan konduksi
saraf (NCV), sinar-X siku dan tulang belakang servikal.
EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk
menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai
(1) kelainan saraf metabolik atau nutrisional, seperti
polineuropati diabetik dan (2) tempat jeratan kedua,
seperti gangguan akar C8 (hingga disebut 'double crush
syndrome'). Hasil tes elektrodiagnostik tidak boleh
digunakan sebagai alat diagnostik primer untuk meng-
indikasikan operasi.
Mungkin indikator elektrodiagnostik untuk kelainan
saraf ulnar pada siku yang paling spesifik dan masuk
akal adalah perlambatan kecepatan konduksi melintas
siku. Walau nilai normal belum pasti, kecepatan
konduksi (NCV) saraf ulnar umumnya 47-65 m/dt dengan
rata-rata 55 m/dt. Pengurangan kecepatan kurang dari
25 % mungkin tidak bermakna. Pengurangan kecepatan
lebih dari 33 % mungkin menunjukkan proses gangguan
saraf disiku.
Temuan EMG lain yang menunjukkan sindroma
terowongan kubital adalah berkurangnya jumlah potensial
aksi unit motor, fibrilasi dan gelombang positif, dan
pada kasus yang lebih berat, potensial reinnervasi
polifasik. Indikator sensitif perubahan konduksi
lainnya adalah hilangnya potensial sensori evoked.
Posisi siku harus harus standar pada saat melakukan
pemeriksaan elektrodiagnostik. Variasi pembacaan NCV
bisa terjadi saat fleksi dan ekstensi, bahkan pada
orang normal.
Sinar-X siku memberikan informasi berguna
menyangkut etiologi yang membantu rencana pengelolaan.
Spur artritik, tumor tulang, fraktura, atau kubitus
valgus bisa ditemukan. Tampilan anteroposterior sedikit
oblik, disebut sebagai tampilan terowongan kubital,
paling bermanfaat.
Diagnosis Diferensial
Banyak proses patologis kord tulang belakang menyerupai
sindroma ini, semua mungkin tampil dengan tanda dan
gejala motor yang predominan. Bila pasien mengeluh
'tangan baal dan kaku', pikirkan lesi kord intrinsik
seperti tumor intrameduler, siringomielia, sklerosis
lateral amiotrofik, dan lesi kord ekstrinsik seperti
kelainan saraf spondilitik servikal. Penyebab nyeri dan
disfungsi tangan lainnya adalah (1) gangguan akar
servikal karena osteofit atau diskus yang mengalami
herniasi, (2) tumor Pancoast dan lesi lain pleksus
brakhial bawah dan medial, dan (3) kompresi saraf ulnar
ditempat lain, seperti pada terowongan Guyon. Sebagai
tambahan, berbagai gangguan saraf sistemik, seperti
defisiensi nutrisional atau DM, mungkin berdiri sendiri
atau bersama dengan sindroma terowongan kubital
menyebabkan kelemahan, atrofi, nyeri dan baal pada
distal ekstremitas atas. Terkadang, pengaruh usia
menyebabkan atrofi dan disfungsi tangan intrinsik.
TINGKATAN PENYAKIT
Kesulitan utama menilai dan membandingkan hasil terapi
sindroma terowongan kubital adalah tidak adanya sistem
penderajatan penyakit yang dipakai luas dan seragam
untuk mengkategorikan pasien prabedah berdasar berat
gejala dan pasca bedah untuk hasil operasi. Skema yang
paling sering digunakan adalah yang diajukan McGowan
pada 1950. Sistem penderajatan ini berdasar pada
kelemahan otot. Derajat I memiliki 'lesi minimal dengan
tidak dijumpainya kelemahan otot tangan'. Lesi inter-
mediet dikatakan derajat II. Derajat III adalah pasien
dengan 'lesi berat, dengan paralisis satu atau lebih
otot intrinsik ulnar'. Sayangnya derajat sulit
ditentukan dan mengabaikan gambaran penting seperti
nyeri dan baal.
Devon merancang sistem penderajatan yang lebih
mendalam dan mudah berdasar perubahan sensori dan motor
dan temuan fisik lain seperti tanda Tinel dan tes
fleksi siku. Ia membagi beratnya gejala penyakit
prabedah sebagai ringan, sedang dan berat. Walau
merupakan sistem yang baik untuk mengkategori dan
membandingkan pasien berdasar derajat defisit prabedah,
penggunaannya untuk mengklasifikasikan hasil pasca
bedah adalah rumit dan sulit digunakan.
Metoda pembanding lain adalah menggunakan sistem
skor dengan nilai, dijelaskan Gabel dan Amadio. Nilai
diberikan berdasar beratnya tiga faktor: fungsi motor,
sensasi dan nyeri. Tidak ada nilai yang diberikan untuk
gejala paling berat; peninggian nilai diberikan untuk
gejala yang kurang berat. Hasil pasca bedah dapat juga
diderajatkan kedalam sempurna, baik, sedang dan buruk.
Tidak peduli cara penderajatan yang dipakai, sistem
yang standard dan seragam harus dipakai untuk menaksir
hasil tindakan.
PENGELOLAAN NONBEDAH
Dari riwayatnya, sindroma terowongan kubital dikira
hanya akan membaik denngan tindakan bedah. Gay dan Love
menyatakan 'perjalanan paralisis tardy saraf ulnar khas
dengan progresi 'ganas', dan tidak diketahui tindakan
konservatif yang memiliki manfaat permanen'. Laporan
tentang manfaat tindakan nonbedah yang mengurangi
gejala pada kasus tertentu cukup meningkat. Pasien
harus mencegah kegiatan dan posisi yang menimbulkan (1)
friksi akibat gerak siku berulang atau (2) peregangan
Tabel Tabel
Skala Nilai Prabedah dan Pasca Bedah Untuk Klasifikasi Hasil Akhir
Jeratan Saraf Ulnar (Gabel dan Amadio) Berdasar Skor Gabel dan Amadio
------------------------------------------------------------------- --------------------------------------------
Nilai Motor Sensori Nyeri Sempurna - Nilai 9
-------------------------------------------------------------------
3 Normal Baal (-) Nyeri (-) Baik - Nilai 2 setiap kategori dengan
(McGowan I) peningkatan nilai 1 atau lebih
pada tiap kategori, atau
2 Lebih lemah dari Diskriminasi 2 titik Nyeri peningkatan nilai total 4 atau
sisi seberang normal; intermiten lebih
parestesi intermiten
Sedang - Nilai kurang dari 2 pada tiap
1 Atrofi nyata Diskriminasi 2 titik Nyeri menetap, kategori, namun nilai total
(McGowan II) > 6 mm; perlu obat bertambah 1-3
baal menetap intermiten
Buruk - Tidak ada perubahan atau
0 Paralisis intrin- Diskriminasi 2 titik Narkotik nilai total berkurang
sik dengan defor- > 10 mm; terus -------------------------------------------
mitas 'claw' anestesia diperlukan
(McGowan III)
-------------------------------------------------------------------
atau kompresi terhadap saraf karena fleksi siku
berlebihan, mungkin diperlukan oleh beberapa pasien
dengan gejala awal. Handuk dengan tenunan jarang
diselubungkan pada siku yang bersangkutan agar siku
tidak terhimpit oleh badan atau kepala. Pada beberapa
kasus, bidai siku dipasang dengan fleksi yang ringan
(sekitar 30o fleksi) hanya pada saat malam terbukti
bermanfaat. Dimond serta Lister menganjurkan bidai
sepanjang lengan. Sayangnya data-data hasil terapi
konservatif sangat terbatas untuk dinilai.
c. Saraf Radial
Lesi lengan proksimal jarang spontan, biasanya karena
trauma, tersering fraktura humerus. 'Saturday night
palsy' akibat dari kompresi saraf radial ketika pasien
tidur dengan lengan posterior tertekan bidang yang
tajam. Pasien datang dengan wrist drop dan tidak mampu
untuk mengekstensikan jari-jari. Terjadi gangguan
sensori karena tempat cedera yang tinggi. 80 % membaik
spontan (Gumley, 1991), karenanya eksplorasi tidak
dilakukan dini. Bila palsi berkaitan dengan fraktura
humerus, operasi dini akan bermanfaat. Saraf dibebaskan
dari fragmen tulang atau kalus dan dilakukan anastomosa
bila putus.
Lesi dengan demielinasi pada saraf radial pada
humerus proksimal hingga tengah berakibat pemeriksaan
konduksi didistal lesi normal (Russel, 1991). Tes
proksimal dari lesi memperlihatkan pengurangan atau
perlambatan respons motor dibanding stimulasi distal
dari lesi. Pasien dengan lesi aksonal, amplituda motor
dan sensori radial berkurang dan denervasi ditemukan
pada semua otot radial yang diinervasi didistal dari
otot trisep. Perubahan EMG tidak teramati hingga tiga
minggu sejak cedera.
Saraf radial melengkung sekitar humerus posterior
pada alur spiral dan memasuki aspek anterior lengan,
10 sm proksimal epikondil lateral, berjalan melalui
septum intermuskuler lateral (Gumley, 1991). Saraf
radial berjalan anterior sendi radiohumeral dimana ia
terbagi menjadi cabang dalam dan permukaan. Cabang
permukaan kedistal keotot brakhioradialis, memberi
sensasi sela jari pertama sebelah dorsal. Cabang dalam
melintir sekitar leher radius, berjalan antara kedua
kepala otot supinator, menuju aspek posterior lengan
sebagai saraf interosseus posterior. Cabang dalam
mencatu otot ekstensor pergelangan, tangan dan jempol
kecuali otot ekstensor karpi radialis longus, yang
diinervasi cabang saraf radial sebelum memasuki otot
supinator.
1. SINDROMA TEROWONGAN RADIAL
Sindroma klinis yang berhubungan dengan kompresi cabang
dalam saraf radial disebut radial tunnel syndrome.
Sering dikelirukan dengan 'tennis elbow'. Sindroma
terowongan radial ini menyebabkan nyeri somatik dalam
pada otot ekstensor, terutama dipacu oleh latihan,
tanpa disertai gejala sensori atau motor. Empat tempat
yang potensial untuk kompresi adalah: (1) band
fibrosa anterior dari kepala radial, (2) oleh pembuluh
penghubung Henry yang berjalan diatas saraf radial
untuk mencatu otot brakhioradialis, (3) oleh tepi
tendinosa otot ekstensor karpi radialis brevis, dan (4)
oleh arkade Frohse, yang merupakan tepi ligamen tajam
kepala superfisial otot supinator. Yang terakhkir
adalah daerah kompresi tersering. Tepi yang tajam ini
tidak ada pada fetus. Ia berupa fibrotendinosa pada
30 % anggota. Spinner mempostulasikan bahwa arkade
Frohse dibentuk sebagai reaksi atas gerak rotari
berulang dari lengan. Spinner menemukan sindroma ini
pada lengan dominan pada 89 % pasien. Kebanyakan pasien
mempunyai riwayat trauma berulang, seperti dijumpai
pada pembuat batu bata, pemasang pipa, operator mesin,
konduktor orkestra, dan pemain tenis. Penyebab kompresi
lain bisa tumor, lipoma, proliferasi sinovial pada
artritis rematoid, atau fraktura kepala radius.
2. TENNIS ELBOW
Roles dan Maudsley menjelaskan lingkup kelainan mulai
epikondilitis lateral hingga kelemahan ekstensor yang
parah. Mereka memasukkan juga sindroma terowongan
radial. Pada pemeriksaan, terdapat nyeri tekan diatas
epikondil lateral humerus atau tepat didistal kepala
radial dimana saraf menuju otot supinator. Penambahan
nyeri yang khas terjadi bila ekstensi jari tengah
ditahan. Manuver ini akan menegangkan origo otot
ekstensor karpi radialis brevis dan selanjutnya menekan
saraf. Cedera origo tendo ekstensor karpi radialis
brevis pada epikondil lateral berhubungan dengan epi-
kondilitis, tennis elbow yang klasik. Injeksi lokal
lidokain dan kortikosteroid memberikan pengurangan
gejala yang sementara.
Elektrodiagnostik bisa memperlihatkan penundaan
latensi motor dari alur spiral ketepi medial otot
ekstensor digitorum komunis, namun biasanya normal.
Pasien yang tidak membaik dengan pencegahan trauma,
penggunaan bidai, serta pemberian anti-inflamatori,
eksplorasi dengan dekompresi saraf radial permukaan
diindikasikan.
3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS POSTERIOR
Berbeda dengan sindroma terowongan radial dimana gejala
dan temuan yang predominan adalah gangguan motor dari
pada nyeri atau sensori. Arkade Frohse merupakan
struktur pengkonstriksi utama. Kelemahan berat otot
yang diinervasi radial tampil dengan ketidakmampuan
mengekstensikan jari-jari pada sendi metakarpofalangeal.
Dorsifleksi pergelangan arah dorsoradial disebabkan
oleh paralisis otot ekstensor karpi ulnaris dan
ekstensor digitorum komunis. Otot brakhioradialis,
ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi
radialis brevis, dan supinator tidak melemah karena
diinervasi oleh cabang yang timbul sebelum titik dimana
saraf radial masuk arkade Frohse. Pada sindroma ini,
nyeri dan nyeri tekan lokal diikuti oleh gangguan
motor progresif. Bila gangguan sensori tampil, harus
dipikirkan lesi yang lebih proksimal.
Temuan elektrodiagnostik dari cedera aksonal pada
saraf interosseus posterior berupa hasil sensori radial
yang normal (Russel, 1991). Amplitudo dari respons
motor radial normal atau berkurang pada pencatatan dari
otot yang diinervasi saraf radial distal. Denervasi
dijumpai pada semua otot yang diinervasi saraf radial
kecuali otot triseps, brakhioradialis, ekstensor karpi
radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan
ankoneus.
Pasien dengan sindroma saraf interosseus posterior
dengan temuan motor yang bermakna, diindikasikan untuk
eksplorasi bedah. Pasien dengan perjalanan penyakit
yang kurang berat, maka istirahat, bidai, dan anti-
inflamatori diindikasikan.
4. SINDROMA WARTENBERG
Jarang. Disebabkan kompresi saraf radial permukaan pada
lengan bawaf. Khas dengan nyeri lengan bawah proksimal
serta hipoestesia diatas jempol dorsal. Tidak ada
kelemahan. Kompresi biasanya disebabkan trauma atau
pemakaian band yang ketat atau arloji. Temuan elektro-
diagnostik kelainan saraf radial permukaan terdiri dari
hanya gangguan atau hilangnya respons sensori saraf
radial (Russel, 1991).
d. Kelainan Jeratan pada
Saraf Supraskapuler
Saraf supraskapuler adalah saraf perifer campuran yang
memberikan inervasi motor otot supraspinatus dan infra-
spinatus. Tidak ada distribusi kutan, namun memberikan
catu sensori kekapsula posterior sendi bahu. Sindroma
kompresi saraf ini adalah nyeri diaspek posterior bahu
dengan kelemahan dan akhirnya atrofi otot yang terkena.
Kelemahan dan atrofi menyebabkan kesulitan mengangkat
lengan keatas kepala dan kelemahan rotasi eksternal.
Kelemahan otot infraspinatus jelas karena sedikit
jaringan diatas otot infraspinatus. Tidak terganggunya
otot deltoid dan rhomboid membedakannya dari lesi akar
saraf C5.
Saraf supraskapuler mulai sebagai cabang dari
batang atas pleksus brakhial dan berjalan paralel dan
terletak dalam keperut inferior otot omohioid. Ia
berjalan dalam ke otot trapezius dan melalui takik
supraskapuler kefossa supraspinosa. Pada takik, ligamen
supraskapuler menekan saraf. Arteria supraskapuler
berjalan superfisial keligamen. Pada fossa supra-
spinosa, saraf selebihnya melengkung sekeliling tepi
lateral taju untuk masuk ke fossa infraspinosa. Renga-
chary menjelaskan bentuk takik supraskapuler sebagai
berkisar antara takik yang dalam yang luas serta
foramina tulang. Takik yang lebih kecil lebih sering
terkena kelainan saraf jeratan. Freidberg, 1992,
memperlihatkan efek sling dimana saraf tertekan oleh
tepi inferior yang tajam dari ligamen. Foto polos
skapula, yang memperlihatkan takik, bisa bermanfaat
menentukan diagnosis.
Cedera berulang berperan sebagai penyebab, walau
dapat dijumpai pula pada cedera terbatas. Goldner dan
Rengachary menemukan pada pemain 'football'. Shabas dan
Scheiber menjelaskan kasus yang dijumpai pemakai kruk
yang ukurannya tidak baik dengan penekanan bahu
berlebihan disertai ayunan yang berlebihan. Juga
berhubungan dengan melempar dan memukul pada baseball.
Tes konduksi belum begitu jelas (Russel, 1991).
Denervasi otot supraspinatus dan infraspinatus, utuhnya
otot paraspinal servikal, deltoid, serta rhomboid,
konsisten dengan diagnosis tersebut.
Clein menganjurkan pembebasan secara bebas secara
dini. Alasannya, serupa dengan Friedberg, adalah nyeri
akan berkurang dengan segera, namun fungsi motor
kembali lebih lambat.
e. Sindroma Pintu Torasik
(Thoracic Outlet Syndrome)
Merupakan subjek yang kontroversial. Luoma dan Nelem
mengemukakan anatomi serta berbagai sindroma yang
dikategorikan kedalam sindroma ini. Berkas neuro-
vaskuler brakhial berjalan melalui pintu torasik menuju
lengan. Pintu torasik dibagi sebagai segitiga
intraskalen, rongga kostoklavikuler, dan kanal sub-
korakoid. Kebanyakan kasus kompresi neurovaskuler
terjadi pada bagian pertama karena anomali iga pertama
atau oleh band fibrosa yang berjalan dari puncak iga
yang tak sempurna atau prosesus tranversus C7 prominen
ketuberkel skalen iga pertama. Kelainan didapat
lainnya yang menekan pleksus brakhial harus diingat,
seperti fraktura dengan pembentukan kalus, aneurisma
arteria subklavia, dan tumor (paling sering tumor
Pancoast).
Wilbourn menjelaskan lima sindroma klinis. Pertama
adalah sindroma arterial major. Sindroma ini berkaitan
dengan kelainan tulang, seperti iga servikal. Dinding
arterial rusak dan terjadi dilatasi poststenotik.
Trombus bisa ditemukan pada pembuluh, lepas sebagai
emboli, serta fenomena Raynaud. Keadaan ini merupakan
kegawatdaruratan bedah.
Kedua adalah sindroma arterial minor. 80 % dewasa
berkurang atau hilang denyut radialnya saat mengangkat,
mngabduksi, dan merotasi eksternal lengannya. Dengan
fotopletismografi saat tes provokasi pada orang normal,
Gergoudis dan Barnes menemukan obstruksiarterial, namun
asimtomatik pada 60 % subjek dan obstruksi bilateral
pada 33 % subjek.
Ketiga adalah sindroma obstruksi venosa. Trombosis
spontan vena subklavia atau aksiler bisa dijumpai pada
orang muda setelah kegiatan berulang yang berat dari
anggota atas. Terjadi sianosis, pembengkakan, dan nyeri
pada anggota. Pleksus brakhial tidak terkena. Klasi-
fikasi sindroma ini sebagai jenis sindroma pintu
torasik mungkin tidak tepat.
Keempat adalah sindroma pintu torasik sesungguhnya.
Komponen utama sindroma ini adalah kelemahan dan
pengecilan otot intrinsik tangan. Sindroma ini juga
berhubungan dengan nyeri intermiten lengan bawah medial
dan merupakan satu-satunya sindroma pintu torasik yang
diterima secara luas. Temuan patologis biasanya adanya
band fibrosa dari iga servikal rudimenter keiga pertama
yang menekan berkas bagian bawah pleksus brakhial. Pada
75 % pasien, semua otot intrinsik melemah dan mengecil.
Otot tenar paling parah pengecilannya karena gangguan
pleksus berkas bagian bawah paling parah mengenai
serabut saraf keeminens tenar. Jarang pasien dengan
sindroma pintu torasik neurogenik sesungguhnya
mengalami penurunan amplituda sensori ulnar seperti
juga penurunan amplituda motor median dan ulnar pada
sisi yang terkena (Russel, 1991). Otot yang diinervasi
saraf median, ulnar dan radial, yang juga diinervasi
berkas bagian bawah dan kord medial pleksus brakhial,
akan mengalami denervasi. Tindakan adalah pembebasan
secara bedah atas band yang menjepit. Prognosis otot
yang mengecil pada tangan adalah buruk.
Kelompok terakhir adalah yang disebut oleh
Wilbourn sebagai 'sindroma pintu torasik neurogenik
yang diperdebatkan'. Kebanyakan operasi dilakukan untuk
kelompok ini. Wilbourn meyakini bahwa kriteria untuk
operasi biasanya berbatas luas dan sulit. Sidroma nyeri
adalah tanpa perubahan anatomis atau fisiologis. Tidak
ada temuan klinis atau laboratori yang objektif. Hasil
tes elektrodiagnostik normal. Tidak ada bukti adanya
kompresi neural serius akan terjadi bila keadaan ini
tidak diperbaiki. Insidens neurosis dan litigasi tinggi
pada kelompok ini. Rasa skeptisnya Wilbourn diperkuat
Cherington. Ia mempercayai bahwa moratorium harus
ditujukan atas tindakan operasi pada sindroma ini. Ia
mencatat komplikasi nyata yang berkaitan dengan
operasi.
Pada sindroma ini, seperti juga pada kelainan
saraf jeratan lainnya, penilaian teliti atas riwayat
dan pemeriksaan fisik serta hasil elektrodiagnosis akan
memberikan seleksi yang baik atas pasien untuk tindakan
dan jenis tindakan operasi yang memadai.
A. Saraf Median
1. JERATAN PADA LIGAMEN STRUTHER
Ligamen Struther (jangan dikelirukan dengan arkade
Struther penyebab gangguan saraf ulnar), terletak 5 sm
proksimal epikondil medial. Saraf median dan arteria
brakhial lewat dibawah ligamen ini. Kompresi saraf oleh
ligamen Struther menimbulkan sindroma nyeri dengan
nyeri tekan lokal. Stern menemukan saraf median cabang
interosseus anterior dapat tertekan oleh ligamen
Struther, dengan akibat gangguan saraf motor. Fenomnena
ini tidak lazim. Pemeriksaan secara elektrodiagnostik
memperlihatkan pengurangan atau hilangnya potensial
sensori median (Russel, 1991). Pada lesi dengan de-
mielinasi predominan, kecepatan konduksi bisa lebih
lambat melintas segmen yang terkena dengan kecepatan
normal dibawahnya. Amplituda motor pada pemeriksaan
konduksi akan berkurang setelah kehilangan akson, tanpa
peduli daerah stimulasi. Dengan demielinasi, amplituda
motor hanya abnormal bila stimulasi diatas sisi lesi.
Pada berbagai keparahan kehilangan akson, denervasi
akan tampak pada semua otot yang diinervasi median pada
tangan dan lengan bawah. Tindakan seksi terhadap
ligamen secara efektif mengurangi gejala.
2. SINDROMA PRONATOR
Khas dengan nyeri ringan hingga sedang pada lengan
bawah. Nyeri bertambah dengan pergerakan siku, supinasi
dan pronasi berulang, dan genggaman berulang. Hilangnya
ketangkasan tangan, kelemahan ringan, parestesi saraf
median terjadi. Baal bisa terjadi, tidak hanya pada
jari, namun juga pada daerah tenar telapak karena
terkenanya saraf kutan palmar yang dicabangkan distal
dari kompresi. Gejala menyerupai sindroma terowongan
karpal, namun gejala parestesia disaat tidur tidak ada.
Nyeri lengan bawah serta nyeri tekan lokal dapat
ditimbulkan dengan mempertahankan pronasi. Tanda Tinel
bisa dijumpai diatas saraf.
Tingkat anatomis dari kompresi adalah didalam otot
pronator teres. Saraf median dan arteria brakhial
terletak antara kedua kepala pronator teres dan
berjalan disebelah dalam keasal fibrosa otot fleksor
digitorum superfisial. Kompresi bisa disebabkan oleh
lasertus fibrosus yang menebal, otot pronator yang
hipertropi, atau oleh band fibrosa yang kuat dari otot
fleksor digitorum superfisial. Hasil pemeriksaan
elektrodiagnostik sering normal. Bila hasilnya ab-
normal, temuan paralel dengan pasien dengan sindroma
ligamen Struther kecuali tidak adanya denervasi yang
terjadi pada otot pronator teres (JA Russel, 1991).
Tindakan terhadap pasien sindroma pronator ini
dimulai secara konservatif dengan anti-inflamatori
serta pembidaian. Dilakukan pencegahan kegiatan yang
bisa mempresipitasi. Bila tindakan ini tidak efektif,
operasi akan memberikan hasil yang baik. Lasertus
fibrosus dibebaskan dan saraf median ditranslokasikan
kesubkutan dianterior otot pronator teres. Saraf harus
ditampilkan mulai distal lengan atas kepertengahan
lengan bawah. Saraf median dan cabang utamanya harus
tampak. Hati-hati agar cabang saraf kutan medial lengan
bawah tetap dipertahankan. Cedera pada saraf ani
berakibat neuroma yang nyeri.
3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS ANTERIOR
Sindroma ini pertama diperkenalkan oleh Killoh dan
Nevin yang meyakini bahwa penyebabnya adalah neuritis.
Saraf interosseus anterior memisahkan diri dari saraf
median utama sekitar 8 sm distal epikondil lateral. Ia
memberikan cabang sensori pada sendi pergelangan dan
memberikan inervasi motor keotot fleksor pollisis
longus serta otot fleksor digitorum profundus jari
telunjuk dan tengah, serta otot pronator kuadratus.
Daerah penekanan sedikit lebih distal pada massa otot
pronator teres dibanding pada sindroma pronator.
Kompresi disebabkan asal tendo kepala dalam otot
pronator teres, yang menyilang saraf interosseus
anterior pada asalnya disaraf median utama. Pembesaran
bursa bisipital juga dijelaskan sebagai penyebab.
Walau nyeri dan nyeri sentuh terjadi pada lengan bawah
pasien dengan sindroma saraf interosseus anterior,
gejala utama dan temuan objektif adalah motor. Harter
menemukan bila tidak ditindak, nyeri sering berkurang.
Kehilangan motor kemudian mengikuti. Khas, cubitan
abnormal terjadi karena ketidakmampuan memfleksikan
sendi interfalang ibu jari.
Hasil pemeriksaan konduksi saraf khas dengan hasil
normal pada pasien dengan sindroma saraf interosseus
anterior (JA Russel, 1991). Hasil elektromiografi jarum
menunjukkan denervasi terbatas pada tiga otot yang
diinervasi saraf ini. Terkadang pasien secara klinis
menunjukkan sindroma ini dengan elektrodiagnostik
menunjukkan lesi yang lebih proksimal pada saraf
median. Mungkin fasikel yang diperuntukkan bagi saraf
interosseus anterior terkena lebih selektif pada
keadaan ini. Tampilan bedah serupa dengan untuk
sindroma pronator.
4. SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
Epidemiologi dan Etiologi
Sindroma ini merupakan kelainan saraf karena jeratan
yang paling sering terjadi. Wanita sedikit lebih
sering. 50 % terjadi pada dekade kelima dan keenam.
Sering terjadi pada pekerja yang melakukan gerakan
pergelangan berulang atau penekanan yang lama pada
'tumit' tangan. Cedera rekreasi pada tangan dan
pergelangan semakin besar kejadiannya sebagai penyebab
sindroma ini. 5-10 % mempunyai riwayat cedera yang baru
maupun lama pada pergelangannya.
Beberapa kelainan sistemik berkaitan dengan
sindroma ini. Artritis rematoid, amiloidosis, dan hipo-
tiroidisme mempredisposisi kompresi saraf median
didalam terowongan karpal akibat penebalan dan
hipertropi ligamen dan jaringan ikat lainnya. Sindroma
ini juga lebih sering terjadi berkaitan dengan kelainan
yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf
iskemik seperti DM, gagal ginjal, atau alkoholisme.
Defisiensi piridoksin (vitamin B6) diduga sebagai
faktor etiologis. Gejala transien kompresi saraf
median sangat sering dijumpai pada kehamilan dan
biasanya menghilang spontan setelah melahirkan. Semua
lesi massa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu
saraf median seperti neurofibroma, sista ganglion, dan
tumor jinak lainnya. Otot dan tendo anomali, arteria
median persisten atau anomali vaskuler lainnya bisa
menyebabkan sindroma ini. Keadaan lokal lainnya seperti
inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada
tenosinivitis), fraktura tulang karpal, dan cedera
termal pada tangan atau lengan bawah bisa berhubungan
dengan sindroma ini.
Phalen mengatakan bahwa etiologi pada kebanyakan
adalah idiopatik. Ia membiopsi sinovium tendon fleksor
didekat saraf median. Ia menemukan inflamasi kronis
serta fibrosis dari fleksor sinovialis, seperti
tenosinovitis, pada sebagian besar kasus. Ia juga
meyakini imbalans vassomotor dari disfungsi simpatetik
berperan, walau belum ada bukti ilmiah.
Terpenting, setiap proses yang mengurangi daerah
potongan melintang terowongan karpal atau penambahan
isi kandungannya bisa berakibat kompresi serta jeratan
saraf median, terutama bila kelainan saraf yang
bersamaan mempredisposisi saraf akan cedera akibat lesi
kompresif.
Diagnosis Klinis
Gejala
Sindroma ini khas dengan rasa tidak enak dan baal yang
tipikal dari tiga jari lateral (setengah radial tangan)
dan nyerinya sering dikatakan sebagai parestesia 'pin
and needles', walau terkadang lebih tumpul dengan
kualitas nyeri. Nyeri mungkin mengenai seluruh tangan
atau, pada kasus khas, menjalar keproksimal kelengan
bawah, lengan atas, atau bahkan bahu, menyebabkan
gejala yang mudah dikacaukan dengan sindroma kompresi
akar saraf C6. Sindroma ini sering bilateral, walau
gejala biasanya lebih buruk pada tangan yang dominan.
Gambaran yang paling membedakan sindroma ini
adalah eksaserbasi nokturnal dari gejalanya. Pasien
sering mengeluh terbangun oleh nyeri pada saat pagi
masih dini. Menggoyang dan mengurut tangan yang sakit
sering mengurangi rasa tidak enak. Diduga akinesia saat
tidur menyebabkan stasis vena pada ekstremitas, yang
mengekaserbasi kompresi saraf median didalam terowongan
yang sudah sempit. Dengan menggoyang dan menggerakkan
tangan, kembalian vena membaik, menyebabkan pengurangan
tekanan didalam terowongnan, jadi mengurangi parestesia
yang tidak enak. Penggunaan tangan berlebihan, terutama
dengan gerakan fleksi pergelangan yang berulang atau
kuat, mungkin juga memperberat gejala.
Berbeda dengan kelainan saraf ulnar pada siku,
dimana tidak biasa terjadi kelemahan dan atrofi pada
tahap awal dari sindroma terowongan karpal. Atrofi
tenar serta kelemahan oposisi jempol adalah pertanda
dari kelainan yang lanjut. Menarik bahwa pada sedikit
pasien yang mulanya dengan kelemahan dan atrofi sering
hanya mengalami sedikit nyeri.
Temuan
Riwayat saja biasanya menetapkan diagnosis. Temuan
abnormal pemeriksaan neurologis mendukung diagnosis
pada pasien dengan gejala kurang khas, walau kelainan
objektif umumnya jarang kecuali pada kasus yang lebih
parah. Hipestesia pada distribusi saraf median bisa
dijumpai, kecuali diatas eminens tenar dan pangkal
telapak. Ini karena cabang kutan palmar saraf median
muncul dari proksimal dan menuju permukaan melintas
ligamen karpal transversa. Cabang sensori ini sering
bebas dari efek jeratan didalam terowongan karpal.
Defisit motor lebih jarang tampak. Dua otot terpenting
yang diinervasi saraf median distal adalah opponen
pollisis dan abduktor pollisis brevis. Yang pertama
diperiksa dengan menyuruh pasien mengoposisikan jempol
ketelapak dan menggerakkan kemedial menuju pangkal jari
kelima dengan melawan tahanan. Yang terakhir diperiksa
dengan menahan abduksi aktif jempol menjauhi bidang
telapak. Denervasi yang bermakna dan jangka lama
terhadap otot ini menyebabkan atrofi tonjolan tenar.
Duapertiga pasien akan mengalami sensasi listrik
menyebar ketelapak dan tiga jari pertama bila saraf
median pada lipat pergelangan diperkusi. Ini disebut
'tanda Tinel' yang secara klasik dihubungkan dengan
jeratan saraf median pada pergelangan; namun laporan
mutakhir menyatakan tes ini bernilai membingungkan
dalam memastikan diagnosis sindroma ini karena
tingginya kejadian positif palsu pada orang yang
asimtomatis. Prediktor sindroma ini yang lebih adekuat
adalah 'tes fleksi pergelangan Phalen'. Pasien disuruh
mengangkat lengan bawah vertikal dengan pergelangan
fleksi selama 60 detik. Terjadinya disestesia yang
nyeri menunjukkan kemungkinan besar atas diagnosis. Hal
yang serupa, memompa kuf tekanan darah sekeliling
lengan bisa membangkitkan gejala. Sekali lagi,
eksaserbasi gejala pada tes ini mungkin karena distensi
vena didalam dinding yang kaku dari terowongan karpal.
Elektrodiagnostik
EMG dan kecepatan konduksi saraf harus dilakukan untuk
menegaskan, bukan memastikan, diagnosis. Indikasi
operasi tidak semata berdasar hasil tes ini, namun
lebih berdasarkan pada temuan klinis. Pemeriksaan
elektrodiagnostik membantu membedakan sindroma ini dari
kelainan lain seperti jepitan akar saraf servikal atau
sindroma pintu torasik.
Temuan kelainan yang paling sensitif dan paling
dini adalah pemanjangan latensi konduksi sensori
melintas pergelangan. Normalnya latensi distal melalui
terowongan karpal keabduktor pollisis brevis adalah
kurang dari 4.5 milidetik. Latensi motor yang memanjang
umumnya terjadi pada proses jeratan lebih lanjut.
Amplituda potensial aksi sering berkurang. Potensial
denervasi opponen pollisis dan abduktor pollisis brevis
menunjukkan keparahan dan mungkin kerusakan saraf
median yang irreversibel.
Kecepatan dan latensi konduksi saraf secara
fisiologis bervariasi, seperti terhadap usia dan status
metabolik pasien, suhu, catu vaskuler, dan parahnya
edema pada lengan. Bila pemeriksaan elektrodiagnostik
meragukan, tunggu 4-6 minggu untuk mrngulanginya
sebelum memutuskan tindakan bedah. Walau kelainan
listrik tidak terbukti pada hingga 10 % pasien,
beberapa ahli tidak memikirkan dekompresi tanpa
penegasan elektrodiagnostik.
Diagnosis Diferensial
Bedakan dengan proses serupa yang menyebabkan nyeri dan
disfungsi neurologis pada aspek radial lengan bawah dan
tangan. Termasuk juga pleksus brakhial karena tumor,
trauma atau inflamasi, dan jarang sindroma pintu
torasik. tersering adalah radikulopati C6-C7 karena
herniasi diskus servikal atau spondilosis. Khas, nyeri
berasal dari leher dan bahu dan menyebar turun kelengan
sebagai nyeri tajam keaspek radial tangan. Eksaserbasi
nyeri dengan menggerakkan tulang belakang leher adalah
faktor diagnostik bermakna pada sindroma nyeri ini.
Umumnya penekanan akar saraf C6-C7 menimbulkan defisit
motor pada lengan atas, seperti kelemahan biseps atau
triseps, dan berkurangnya refleks tendon dalam. Otot
tangan intrinsik relatif tidak terkena.
Saraf median mungkin terjerat ditempat lain.
Sindroma pronator disebabkan kompresi pada lokasi
sekitar distal humerus, siku dan proksimal lengan
bawah. Jeratan didaerah ini menyebabkan nyeri pada
permukaan voler lengan bawah dan hipestesia setengah
radial tangan. Kelemahan otot tenar lebih jarang.
Gejala biasanya ditimbulkan oleh gerakan, terutama
fleksi kuat siku atau pronasi lengan bawah. Tes fleksi
pergelangan Phalen khas negatif. Juga sindroma inter-
osseus anterior menyebabkan nyeri diproksimal lengan
bawah. Nyeri ini ditimbulkan oleh gerakan dan berkurang
dengan istirahat. Karena ia mengenai cabang interosseus
anterior sebelah distal ia meninggalkan saraf median
difossa kubiti, inervasi sensori dan motor dari tangan
tidak langsung terkena, walau nyeri mungkin menyebar
ketangan.
Sindroma terowongan karpal mungkin bersamaan
dengan lesi lain pada akar saraf, pleksus brakhial,
atau saraf median. Radikulopati servikal bersamaan
ditemukan pada lebih dari 10 % sindroma terowongan
karpal yang dibuktikan secara elektrik. Ini dikenal
sebagai 'double crush syndrome'. Dugaan atas sindroma
ini berdasar konsep bahwa kompresi proksimal saraf
mungkin melemahkan kemampuan saraf untuk bertahan atas
kompresi yang lebih distal.
Pengelolaan
Terapi non-bedah
Banyak kasus, terutama yang ringan atau yang tampil
pada awal perjalanan penyakit, sembuh sendiri dan
spontan tanpa operasi. Pada kasus yang berkaitan dengan
kelainan sistemik, seperti akromegali dan hipo-
tiroidisme, tindakan atas penyakit yang mendasarinya
mungkin memperbaiki atau menghilangkan gejala.
Kejadian pada kehamilan diduga karena retensi air
pada jaringan ikat sekitar pergelangan. Disestesia
nokturnal dan eksersional pada setengah radial telapak
terjadi pada 10-25 % wanita hamil. Sindroma biasanya
terjadi bilateral. Onset gejalanya khas pada trimester
ketiga. Penyembuhan biasanya spontan beberapa minggu
setelah melahirkan pada kebanyakan kasus. Terapi dengan
analgesik dan pembidaian. Pada kasus yang jarang, nyeri
refrakter terhadap tindakan nonbedah; beralasan untuk
operasi dekompresi dalam anestesi lokal. Kehamilan yang
berturutan dengan episoda sindroma berulang, menegaskan
hubungan sindroma ini dengan kehamilan.
Diuretik mungkin membantu pada pasien yang
berhubungan dengan retensi cairan berlebihan, seperti
pada gagal jantung bendungan. Mengontrol hiperglikemia
pada DM dan mengurangi berat pada obesitas akan
mengurangi gejala. Analgesia adekuat didapat dengan
obat anti-inflamasi non-steroid, walau untuk jangka
panjang belum jelas menfaatnya. Pemberian piridoksin
secara luas tidak dianggap bermanfaat. Bila sindroma
berhubungan dengan pekerjaan, rubah cara kerja atau
ganti pekerjaan.
Gejala ringan dan awal mungkin membaik setelah
tiga minggu penyuntikan steroid; namun bila gejala
lebih berat, gagal berreaksi terhadap cara ini. Lainnya
menemukan bahwa penyuntikan steroid hanya mengurangi
gejala secara temporer. Pada dekade terakhir cara ini
sudah ditinggalkan. Indikasi primernya, bagaimanapun,
mungkin mengontrol gejala selama penyebabnya temporer
dan reversibel seperti kehamilan, atau setelah operasi
gagal.
Terapi Bedah
Indikasi operasi pembebasan terowongan karpal adalah
(1) pengecilan tenar dan disfungsi tangan yang
progresif cepat, atau (2) gejala yang jelas yang tidak
berkurang dengan cara konservatif.
Pada kasus bilateral, jarang diperlukan operasi
secara bersamaan. Tangan yang lebih parah (bila
simetris, tangan yang nondominan) dioperasi pertama.
Tangan kontralateral dioperasi 6 minggu setelahnya,
setelah tangan pertama membaik dan menuju fungsi penuh.
Umumnya disetujui bahwa tindakan simultan bilateral
akan menyebabkan gangguan fungsi dan ketergantungan,
walau untuk sementara. Sering gejala tangan yang tidak
terlalu terganggu membaaik spontan dan tidak memerlukan
operasi.
b. Saraf Ulnar
1. ARKADE STRUTHER
Terletak dimana saraf ulnar lewat melalui septum
intermuskuler medial kekompartemen posterior. Ia adalah
septum fibrosa yang terletak 8 sm proksimal epikondil
medial. Arkade ini jarang sebagai tempat kompresi
primer. Menjadi penting setelah transposisi anterior
saraf karena tarikan proksimal menjerat saraf. Penting
untuk melepas 'band' saat mentransposisi saraf untuk
mencegah kompresi sekunder ini.
2. KANAL GUYON
Terdapat pada aspek medial dari pergelangan. Tepi
anteriornya adalah ligamen karpal voler, sedang tepi
posteriornya ligamen karpal transversa. Didalam kanal,
saraf ulnar berjalan bersama arteria dan vena ulnar dan
membagi menjadi cabang sensori dan motor. Lesi distal
hanya mengenai cabang motor, sedang lesi proksimal
mengenai baik cabang motor maupun sensori. Karena
cabang motor terletak dalam dan terikat saat melewati
sekitar kait tulang hamat, ia terancam lesi kompresif
(GJ Gumley, 1991). Lesi desak ruang seperti ganglia,
berakibat kompresi seperti pada cedera kerja kronik
pada pemakai sepeda dan orang yang menggunakan tangan
sebagai palu. Lesi desak ruang bisa dijumpai pada
pasien dengan fraktura tulang pisiform atau kait tulang
hamat.
Paresis motor sejati berakibat 'clawhand' sebagai
akibat kelemahan intrinsik dan separasi jari keempat
dan kelima (Tanda Wartenberg). Kompresi saraf campuran
menimbulkan parestesia dan kehilangan sensori serta
'clawhand' tipikal.
Temuan elektrodiagnostik tergantung apakah lesi
predominan aksonal atau demielinasi (JA Russel, 1991).
Pada lesi demielinasi, perlambatan latensi motor dan
sensori melintas pergelangan bisa diharapkan, terutama
bila pemeriksaan sensori dilakukan dengan teknik
palmar, dan konduksi motor dilakukan saat mencatat dari
otot interosseus dorsal pertama. Pada lesi aksonal,
amplituda motor dan sensori berkurang dan denervasi
ditemukan pada otot ulnar tangan. Pengurangan amplituda
cabang kutan dorsal saraf ulnar atau denervasi pada
otot ulnar lengan bawah menunjukkan adanya lesi
proksimal dari pergelangan.
Bila pasien tidak berreaksi atas pembidaian dan
obat anti inflamatori, kanal harus dieksplorasi. Harter
menganjurkan bahwa operasi diindikasikan lebih dini
dibanding pasien dengan kelainan saraf kompresi lain
karena terganggunya motor. Cabang permukaan maupun
dalam dari saraf didalam kanal harus dieksplorasi.
Semua massa seperti sista ganglion atau kait tulang
hamat yang bergeser harus dibuang.
3. SINDROMA TEROWONGAN KUBITAL
Karena pentingnya fungsi tangan pada kehidupan sehari-
hari, saraf ulnar, yang memberikan inervasi motor
utama pada tangan, mungkin merupakam saraf perifer
somatik terpenting pada tubuh. Kelainan saraf ulnar
berakibat cacad bermakna akibat hilangnya fungsi tangan
akibat nyeri, baal dan kelemahan. Penyebab kelainan
saraf ulnar tersering adalah jeratan, jepitan,
regangan, atau gesekan pada atau sekitar siku.
Karena tumpang-tindihnya proses patologis yang
dapat menimbulkan kelainan saraf ulnar pada siku,
tinjauan atas penyebab dan tindakan yang dilaporkan
pada literatur dapat membingungkan dan menyesatkan.
Misalnya adalah berbagai istilah yang diberikan pada
beberapa dekade terakhir untuk menjelaskan fenomena
kelainan saraf ulnar pada siku. Proses penyakit ini
pernah dikatakan sebagai palsi ulnar lambat (tardy),
neuritis ulnar traumatika, neuritis kompresi saraf
ulnar, sindroma Feindel-Osborne, serta sindroma
terowongan kubital.
Beberapa istilah seperti palsi ulnar lambat tidak
memadai untuk menjelaskan kebanyakan kelainan saraf
ulnar. Istilah ini digunakan hanya untuk pasien dengan
perburukan fungsi saraf ulnar yang lambat dan kronik
dalam beberapa bulan atau tahun setelah cedera siku,
terutama bila bersamaan dengan fraktura suprakondiler
atau fraktura epikondil medial. Istilah yang disukai
saat ini adalah sindroma terowongan kubital. Istilah
ini terkadang terlalu menyederhanakan: kelainan saraf
ulnar pada siku mungkin akibat beberapa faktor selain
kompresi didalam terowongan kubital, seperti subluksasi
berulang saraf ulnar keluar alurnya, atau jeratan
proksimal atau distal terowongan kubital. Istilah
sindroma terowongan kubital, secara luas, yaitu
kelainan saraf fokal yang mengenai saraf ulnar dalam
lingkungan terowongan kubital.
Anatomi Bedah
Perjalanan Anatomik Saraf Ulnar
Saraf ulnar adalah saraf terbesar yang berasal dari
kord medial pleksus brakhial. Membawa serabut saraf
dari saraf servikal kedelapan dan torasik pertama.
Dilengan atas, berjalan medial dari arteria brakhial
hingga pertengahan lengan, dimana menembus septum
intermuskuler dan berjalan menuju aspek dorsal dan
medial siku sepanjang kepala medial triseps. Setelah
melalui belakang epikondil medial humerus pada alur
antaranya dengan olekranon (dikenal sebagai terowongan
kubital), saraf ulnar memasuki lengan bawah antara dua
kepala otot fleksor karpi ulnaris.
Melintas alur ini, saraf berjalan kekompartemen
ekstensor lengan kekompartemen fleksor lengan bawah.
Lebih kedistal lengan bawah, saraf ulnar bergabung
dengan arteria ulnar dan muncul kearah permukaan tepat
lateral dari fleksor karpi ulnaris sebelum berjalan
melintas pergelangan medial, superfisial terhadap
ligamen karpal transversa (retinakulum fleksor) ke
tangan.
Inervasi Oleh Saraf Ulnar
Seperti saraf median, saraf ulnar tidak mempunyai
cabang di lengan, namun menginervasi lengan bawah dan
tangan. Tidak seperti saraf median, serabut motor saraf
ulnar terutama menginervasi tangan dibanding lengan
bawah.
Walau saraf ulnar memberi sejumlah cabang
artikuler kecil pada sendi siku, namun tidak sebelum ia
melalui antara kedua kepala fleksor karpi ulnaris
dimana ia mencatu inervasi motor dan sensori. Ketika
saraf terletak superfisial setelah melalui perut
fleksor karpi ulnaris, dimana ia memberi inervasi motor
padanya dan otot fleksor digitorum profundus, ia
memberi cabang kutan palmar yang menembus fasia tepat
proksimal pergelangan dan mencatu kulit eminens
hipotenar dan aspek median telapak. Cabang kutan
dorsal saraf ulnar muncul 5 sm. proksimal pergelangan
dan membelok kedorsal, dimana ia memberikan serabut
sensori untuk setengah medial dorsum tangan dan jari
keempat dan kelima.
Kepentingan bedah atas cabang kutan saraf ulnar
adalah cabang kutan antebrakhial medial. Walau tidak
secara anatomis merupakan cabang saraf ulnar, ia cabang
dari kord medial pleksus brakhial pada daerah asal
saraf ulnar. Ia menembus fasia brakhial pada bagian
bawah lengan pada aspek medial. Cabang anterior yang
lebih besar saraf kutan ini memberikan serabut sensori
keaspek ventral dan medial lengan distal dan lengan
bawah proksimal, serta fossa kubital. Cabang ulnar yang
lebih kecil melalui ventral epikondil medial humerus
dan mencatu kulit pada aspek dorsomedian lengan bawah.
Putusnya satu atau lebih cabang saraf kutan anterior
median ini saat dekompresi atau transposisi saraf ulnar
pada siku dapat menyebabkan baal lengan bawah medial
atau nyeri karena pembentukan neuroma.
Setelah melalui telapak, saraf ulnar membagi diri
menjadi cabang superfisial dan cabang dalam. Cabang
superfisial membawa serabut sensori keaspek telapak
jari kelima dan setengah median jari keempat. Cabang
dalam (motor) berjalan dalam melalui otot eminens
hipotenar yang diinervasinya. Kompartemen hipotenar
terdiri tiga otot: abduktor digiti minimi, fleksor
digiti minimi brevis, dan opponens digiti minimi.
Selanjutnya arkusnya melintas telapak, mencatu inervasi
lumbrikales ketiga dan empat, semua otot interosseus,
dan adduktor pollisis.
Anatomi Terowongan Kubital
Ketika saraf ulnar melalui alur dibelakang epikondil
medial humerus dan melewati sendi siku, ia terletak
pada arkade fibrosa yang dibentuk oleh jaringan fasia
padat. Aponeurosis ini menjembatani secara transversal
alur dari perlekatan satu kepala fleksor karpi ulnaris
pada epikondil medial humerus untuk melekat pada kepala
lainnya pada aspek medial olekranon. Terowongan ini
dikenal sebagai 'terowongan kubital'.
Tepi paling proksimal arkade fibrosa ini, dikenal
sebagai band Osborne, sering menebal dan sering sebagai
tempat kompresi saraf dibawahnya. Selain saraf ulnar,
isi lain terowongan kubital adalah ligamen ulnohumeral
yang menghubungkan sendi siku [terutama ligamen
kolateral ulnar (atau medial)] dan sejumlah kecil
jaringan fibrolemak.
Terowongan kubital secara anatomis dapat dibagi
tiga bagian: (1) pintu masuk terowongan tepat
dibelakang epikondil medial, (2) daerah sekitar apo-
neurosis fasial yang menghubungkan kedua kepala fleksor
karpi ulnaris, dan (3) perut otot fleksor karpi ulnaris
sendiri.
Faktor Anatomis dan Fisiologis yang Berkaitan dengan
Kelainan Saraf Ulnar pada Siku
Sindroma ini mungkin disebabkan sejumlah proses
patologis. Tidak semua proses patologis tersebut adalah
lesi kompresif atau proses jenis jeratan. Neuritis yang
berhubungan dengan gesekan mungkin berperan nyata pada
terjadinya sindroma ini. Ini mungkin terutama pada
dislokasi kronik dan berulang saraf dari alur ulnar.
Kompresi saraf ulnar didalam terowongan kubital
paling sering akibat konstriksi saraf oleh aponeurosis
diatasnya. Lebih jarang akibat agen kompresif seperti
inflamasi, sinovitis rematoid, lipoma dan tumor lain,
fragmen tulang, osteofit dari artikulasi ulnohumeral,
dan anomali jarang yang disebut otot epitrokhleo-
ankoneus persisten. Jeratan diluar terowongan kubital
sudah diketahui. Setiap daerah seperti septum
intermuskuler medial, arkade struther, kepala medial
triseps, dan alur antara dua perut otot fleksor karpi
ulnaris sudah diketahui sebagai tempat kompresi.
Etiologi sering lainnya adalah cedera berulang
atau tekanan pada saraf, seperti kebiasaan bersandar
pada meja dengan siku saat bekerja. Kegiatan seperti
menyekop, mengayun kapak atau cangkul, dan tidur dengan
lengan fleksi pada siku memacu timbulnya kelainan saraf
ulnar.
Kelainan saraf mungkin karena perubahan isi
terowongan kubital pada fleksi dan ekstensi. Pada
ekstensi, terowongan mempunyai isi terbesar, karena
longgarnya aponeurosis diatasnya dan ligamen kolateral
ulnar dibawahnya. Saat fleksi, dua titik perlekatan
aponeurosis pada epikondil dan olekranon menyebar,
menyebabkan atap fasial menjadi tegang. Hal yang serupa
terjadi pada ligamen kolateral ulnar sepanjang lantai
terowongan yang menjadi tegang. Pengurangan volume
terowongan kubital berakibat kompresi dan iskemia fokal
pada saraf. Fleksi siku dan peregangan berulang pada
saraf ulnar sekitar epikondil medial juga berperan pada
kerusakan saraf.
Proses kompresif kronis seperti yang dijumpai pada
fraktura siku yang malunion serta cubitus valgus
mungkin menyebabkan palsi ulnar tardy. Sebaliknya,
kejadian akut tunggal dapat menyebabkan kelainan saraf
ulnar pada siku; benturan tajam pada siku, injeksi
steroid pada siku untuk bursitis atau epikondil medial,
dan terbaring untuk waktu tertentu pada permukaan keras
dengan siku tak terlindung (seperti pada kamar operasi
atau mabuk). 10-30 % kasus adalah idiopatik dan etio-
logi kelainan sarafnya tak dapat dijelaskan.
Seperti saraf median pada sindroma terowongan
karpal, saraf ulnar menjadi lebih terancam atas lesi
kompresif oleh proses metabolik yang menyebabkan de-
mielinasi, edema endoneural/perineural, serta iskemia
saraf seperti terjadi pada DM, alkoholisme dan mal-
nutrisi, defisiensi vitamin, atau sindroma paraneo-
plastik.
DIAGNOSIS KLINIS
Gejala dan temuan
Baal dan 'tingling' aspek ulnar tangan, kelemahan dan
kekakuan, atrofi tenar dan interossei dorsal pertama
adalah keluhan tersering. berbeda beda dengan sindroma
terowongan karpal, nyeri jarang sebagai komponen utama
dari kompleks gejala. Nyeri disebut sebagai sensasi
sakit pada medial siku dan lengan bawah bersama dengan
disestetik tingling pada tangan. Nyeri perih jarang dan
harus mewaspadakan akan kelainan lain, seperti kelainan
akar servikal. Pasien mungkin mengeluhkan perburukan
mendadak setelah bekerja atau gerak fleksi-ekstensi
yang kuat dan berulang pada siku. Pasien yang tidur
dengan tangan dibawah kepala, menyebabkan 'hiperfleksi'
siku yang lama, mengalami gejala yang lebih jelas saat
bangun.
Gay dan Love menemukan atrofi otot intrinsik
tangan dan kelemahan pada 90 % pasien paralisis ulnar
tardy. Nyatanya atrofi yang nyata sering dikalahkan
oleh adanya perubahan sensori dan kelemahan subjektif.
Hipoestesia pada distribusi saraf ulnar pada tangan
dijumpai pada 75 % pasien. Setengahnya dijumpai dengan
pembesaran dan pembengkakan saraf ulnar yang teraba
dibelakang siku. Beberapa dengan nyeri sentuh saraf.
Perubahan atrofik tangan bisa sangat jelas.
Tonjolan hipotenar sering mendatar, terutama sepanjang
sisi medial tangan. Lebih mengesankan adalah depresi
antara jempol dan telunjuk pada aspek dorsal tangan,
menunjukkan atrofi otot interosseus dorsal pertama.
Tiga otot pada tonjolan hipotenar untuk abduksi,
adduksi, fleksi dan rotasi jari kelima. Yang paling
mudah untuk diperiksa adalah abduktor digiti minimi.
Kelemahan otot ini tampil sebagai kesulitan membuka
(abduksi) jari-jari. Termudah dilihat bila kelemahan-
nya uni lateral, hingga bisa dibandingkan dengan tangan
lainnya. Kelemahan adduksi kelingking disebut sebagai
tanda Wartenberg, mungkin temuan motor yang paling
sensitif padaada sindroma terowongan kubital.
Karena kebanyakan otot yang diinervasi saraf ulnar
menyangkut fleksi jari, kekuatan genggam mungkin
indikator penting pada fungsi saraf ulnar. Adduktor
polisis dites dengan menjepit kertas antara jempol dan
telunjuk. Kelemahan berakibat kertas mudah ditarik.
Sebagian pasien mengkompensasinya dengan memfleksikan
sendi interfalang jempol dengan memakai fleksor polisis
longus, yang diinervasi cabang interosseus anterior
saraf median. Ini disebut tanda Froment, khas pada
kelainan saraf ulnar.
Kelemahan otot fleksor karpi ulnaris dan fleksor
digitorum profundus (yang diinervasi saraf ulnar tepat
didistal siku) jarang dilaporkan sebagai temuan klinis
pada sindroma terowongan kubital. Beberapa secara
keliru menganggap karena saraf yang menginervasi otot
ini berasal proksimal dari siku. Campbell hanya
menemukan 10 % yang timbul pada atau proksimal dari
terowongan kubital. Disimpulkan bahwa utuhnya fleksor
karpi ulnaris tidak berhubungan dengan tingkat asal
percabangannya, namun lebih karena hubungannya dalam
topografi neural internal serta berat dan tingkat
kompresi. Yang lain memastikan mengapa otot ini bebas
dari kehilangan innervasi: serabut yang menginnervasi
terletak pada aspek dalam dari saraf dan terhindar dari
efek kompresi oleh serabut yang terletak lebih
kepermukaan tangan.
Kelemahan tampaknya lebih sering dari pada yang
dilaporkan. Karena sulitnya melacak perubahan motor
yang halus, kelemahan mungkin tidak diperiksa atau
terabaikan. Walau tidak bisa secara tepat menaksir
fungsi otot fleksor karpi ulnaris, Craven dan Green
menemukan kelemahan fleksor digitorum profundus pada
66 % pasien. Sebagai tambahan, Campbell menemukan
kelainan EMG berat fleksor karpi ulnaris pada hampir
setengah kasus kelainan ulnar.
Perkusi daerah diatas alur ulnar menimbulkan
tingling dan baal pada medial lengan bawah dan tangan.
Fenomena ini serupa dengan tanda Tinel pada sindroma
terowongan karpal. 'Tinel' positif pada saraf ulnar
adalah temuan nonspesifik dan sering ditemukan pada
orang tanpa bukti lain adanya kelainan saraf ulnar.
Terkadang fleksi maksimal siku untuk 1-2 menit bisa
mengakserbasi gejala. TesTes fleksi siku ini, yang
kegunaannya belum terbukti, mungkin analog dengan tes
fleksi pergelangan Phalen pada jeratan saraf median.
Kubitus valgus, epikondilitis medial, sinovitis
rematoid, dan massa seperti umor atau fragmen tulang
bisa dijumpai. Kebanyakan dari temuan ini memerlukan
tindakan yang berbeda dari sindroma kubital idiopatik.
Ini terutama bila saraf ulnar mengalami subluksasi
keluar alurnya dan diatas epikondil medial dapat diraba.
Tes Diagnostik
Semua pasien diduga sindroma terowongan kubital harus
mendapatkan pemeriksaan EMG dan kecepatan konduksi
saraf (NCV), sinar-X siku dan tulang belakang servikal.
EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk
menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai
(1) kelainan saraf metabolik atau nutrisional, seperti
polineuropati diabetik dan (2) tempat jeratan kedua,
seperti gangguan akar C8 (hingga disebut 'double crush
syndrome'). Hasil tes elektrodiagnostik tidak boleh
digunakan sebagai alat diagnostik primer untuk meng-
indikasikan operasi.
Mungkin indikator elektrodiagnostik untuk kelainan
saraf ulnar pada siku yang paling spesifik dan masuk
akal adalah perlambatan kecepatan konduksi melintas
siku. Walau nilai normal belum pasti, kecepatan
konduksi (NCV) saraf ulnar umumnya 47-65 m/dt dengan
rata-rata 55 m/dt. Pengurangan kecepatan kurang dari
25 % mungkin tidak bermakna. Pengurangan kecepatan
lebih dari 33 % mungkin menunjukkan proses gangguan
saraf disiku.
Temuan EMG lain yang menunjukkan sindroma
terowongan kubital adalah berkurangnya jumlah potensial
aksi unit motor, fibrilasi dan gelombang positif, dan
pada kasus yang lebih berat, potensial reinnervasi
polifasik. Indikator sensitif perubahan konduksi
lainnya adalah hilangnya potensial sensori evoked.
Posisi siku harus harus standar pada saat melakukan
pemeriksaan elektrodiagnostik. Variasi pembacaan NCV
bisa terjadi saat fleksi dan ekstensi, bahkan pada
orang normal.
Sinar-X siku memberikan informasi berguna
menyangkut etiologi yang membantu rencana pengelolaan.
Spur artritik, tumor tulang, fraktura, atau kubitus
valgus bisa ditemukan. Tampilan anteroposterior sedikit
oblik, disebut sebagai tampilan terowongan kubital,
paling bermanfaat.
Diagnosis Diferensial
Banyak proses patologis kord tulang belakang menyerupai
sindroma ini, semua mungkin tampil dengan tanda dan
gejala motor yang predominan. Bila pasien mengeluh
'tangan baal dan kaku', pikirkan lesi kord intrinsik
seperti tumor intrameduler, siringomielia, sklerosis
lateral amiotrofik, dan lesi kord ekstrinsik seperti
kelainan saraf spondilitik servikal. Penyebab nyeri dan
disfungsi tangan lainnya adalah (1) gangguan akar
servikal karena osteofit atau diskus yang mengalami
herniasi, (2) tumor Pancoast dan lesi lain pleksus
brakhial bawah dan medial, dan (3) kompresi saraf ulnar
ditempat lain, seperti pada terowongan Guyon. Sebagai
tambahan, berbagai gangguan saraf sistemik, seperti
defisiensi nutrisional atau DM, mungkin berdiri sendiri
atau bersama dengan sindroma terowongan kubital
menyebabkan kelemahan, atrofi, nyeri dan baal pada
distal ekstremitas atas. Terkadang, pengaruh usia
menyebabkan atrofi dan disfungsi tangan intrinsik.
TINGKATAN PENYAKIT
Kesulitan utama menilai dan membandingkan hasil terapi
sindroma terowongan kubital adalah tidak adanya sistem
penderajatan penyakit yang dipakai luas dan seragam
untuk mengkategorikan pasien prabedah berdasar berat
gejala dan pasca bedah untuk hasil operasi. Skema yang
paling sering digunakan adalah yang diajukan McGowan
pada 1950. Sistem penderajatan ini berdasar pada
kelemahan otot. Derajat I memiliki 'lesi minimal dengan
tidak dijumpainya kelemahan otot tangan'. Lesi inter-
mediet dikatakan derajat II. Derajat III adalah pasien
dengan 'lesi berat, dengan paralisis satu atau lebih
otot intrinsik ulnar'. Sayangnya derajat sulit
ditentukan dan mengabaikan gambaran penting seperti
nyeri dan baal.
Devon merancang sistem penderajatan yang lebih
mendalam dan mudah berdasar perubahan sensori dan motor
dan temuan fisik lain seperti tanda Tinel dan tes
fleksi siku. Ia membagi beratnya gejala penyakit
prabedah sebagai ringan, sedang dan berat. Walau
merupakan sistem yang baik untuk mengkategori dan
membandingkan pasien berdasar derajat defisit prabedah,
penggunaannya untuk mengklasifikasikan hasil pasca
bedah adalah rumit dan sulit digunakan.
Metoda pembanding lain adalah menggunakan sistem
skor dengan nilai, dijelaskan Gabel dan Amadio. Nilai
diberikan berdasar beratnya tiga faktor: fungsi motor,
sensasi dan nyeri. Tidak ada nilai yang diberikan untuk
gejala paling berat; peninggian nilai diberikan untuk
gejala yang kurang berat. Hasil pasca bedah dapat juga
diderajatkan kedalam sempurna, baik, sedang dan buruk.
Tidak peduli cara penderajatan yang dipakai, sistem
yang standard dan seragam harus dipakai untuk menaksir
hasil tindakan.
PENGELOLAAN NONBEDAH
Dari riwayatnya, sindroma terowongan kubital dikira
hanya akan membaik denngan tindakan bedah. Gay dan Love
menyatakan 'perjalanan paralisis tardy saraf ulnar khas
dengan progresi 'ganas', dan tidak diketahui tindakan
konservatif yang memiliki manfaat permanen'. Laporan
tentang manfaat tindakan nonbedah yang mengurangi
gejala pada kasus tertentu cukup meningkat. Pasien
harus mencegah kegiatan dan posisi yang menimbulkan (1)
friksi akibat gerak siku berulang atau (2) peregangan
Tabel Tabel
Skala Nilai Prabedah dan Pasca Bedah Untuk Klasifikasi Hasil Akhir
Jeratan Saraf Ulnar (Gabel dan Amadio) Berdasar Skor Gabel dan Amadio
------------------------------------------------------------------- --------------------------------------------
Nilai Motor Sensori Nyeri Sempurna - Nilai 9
-------------------------------------------------------------------
3 Normal Baal (-) Nyeri (-) Baik - Nilai 2 setiap kategori dengan
(McGowan I) peningkatan nilai 1 atau lebih
pada tiap kategori, atau
2 Lebih lemah dari Diskriminasi 2 titik Nyeri peningkatan nilai total 4 atau
sisi seberang normal; intermiten lebih
parestesi intermiten
Sedang - Nilai kurang dari 2 pada tiap
1 Atrofi nyata Diskriminasi 2 titik Nyeri menetap, kategori, namun nilai total
(McGowan II) > 6 mm; perlu obat bertambah 1-3
baal menetap intermiten
Buruk - Tidak ada perubahan atau
0 Paralisis intrin- Diskriminasi 2 titik Narkotik nilai total berkurang
sik dengan defor- > 10 mm; terus -------------------------------------------
mitas 'claw' anestesia diperlukan
(McGowan III)
-------------------------------------------------------------------
atau kompresi terhadap saraf karena fleksi siku
berlebihan, mungkin diperlukan oleh beberapa pasien
dengan gejala awal. Handuk dengan tenunan jarang
diselubungkan pada siku yang bersangkutan agar siku
tidak terhimpit oleh badan atau kepala. Pada beberapa
kasus, bidai siku dipasang dengan fleksi yang ringan
(sekitar 30o fleksi) hanya pada saat malam terbukti
bermanfaat. Dimond serta Lister menganjurkan bidai
sepanjang lengan. Sayangnya data-data hasil terapi
konservatif sangat terbatas untuk dinilai.
c. Saraf Radial
Lesi lengan proksimal jarang spontan, biasanya karena
trauma, tersering fraktura humerus. 'Saturday night
palsy' akibat dari kompresi saraf radial ketika pasien
tidur dengan lengan posterior tertekan bidang yang
tajam. Pasien datang dengan wrist drop dan tidak mampu
untuk mengekstensikan jari-jari. Terjadi gangguan
sensori karena tempat cedera yang tinggi. 80 % membaik
spontan (Gumley, 1991), karenanya eksplorasi tidak
dilakukan dini. Bila palsi berkaitan dengan fraktura
humerus, operasi dini akan bermanfaat. Saraf dibebaskan
dari fragmen tulang atau kalus dan dilakukan anastomosa
bila putus.
Lesi dengan demielinasi pada saraf radial pada
humerus proksimal hingga tengah berakibat pemeriksaan
konduksi didistal lesi normal (Russel, 1991). Tes
proksimal dari lesi memperlihatkan pengurangan atau
perlambatan respons motor dibanding stimulasi distal
dari lesi. Pasien dengan lesi aksonal, amplituda motor
dan sensori radial berkurang dan denervasi ditemukan
pada semua otot radial yang diinervasi didistal dari
otot trisep. Perubahan EMG tidak teramati hingga tiga
minggu sejak cedera.
Saraf radial melengkung sekitar humerus posterior
pada alur spiral dan memasuki aspek anterior lengan,
10 sm proksimal epikondil lateral, berjalan melalui
septum intermuskuler lateral (Gumley, 1991). Saraf
radial berjalan anterior sendi radiohumeral dimana ia
terbagi menjadi cabang dalam dan permukaan. Cabang
permukaan kedistal keotot brakhioradialis, memberi
sensasi sela jari pertama sebelah dorsal. Cabang dalam
melintir sekitar leher radius, berjalan antara kedua
kepala otot supinator, menuju aspek posterior lengan
sebagai saraf interosseus posterior. Cabang dalam
mencatu otot ekstensor pergelangan, tangan dan jempol
kecuali otot ekstensor karpi radialis longus, yang
diinervasi cabang saraf radial sebelum memasuki otot
supinator.
1. SINDROMA TEROWONGAN RADIAL
Sindroma klinis yang berhubungan dengan kompresi cabang
dalam saraf radial disebut radial tunnel syndrome.
Sering dikelirukan dengan 'tennis elbow'. Sindroma
terowongan radial ini menyebabkan nyeri somatik dalam
pada otot ekstensor, terutama dipacu oleh latihan,
tanpa disertai gejala sensori atau motor. Empat tempat
yang potensial untuk kompresi adalah: (1) band
fibrosa anterior dari kepala radial, (2) oleh pembuluh
penghubung Henry yang berjalan diatas saraf radial
untuk mencatu otot brakhioradialis, (3) oleh tepi
tendinosa otot ekstensor karpi radialis brevis, dan (4)
oleh arkade Frohse, yang merupakan tepi ligamen tajam
kepala superfisial otot supinator. Yang terakhkir
adalah daerah kompresi tersering. Tepi yang tajam ini
tidak ada pada fetus. Ia berupa fibrotendinosa pada
30 % anggota. Spinner mempostulasikan bahwa arkade
Frohse dibentuk sebagai reaksi atas gerak rotari
berulang dari lengan. Spinner menemukan sindroma ini
pada lengan dominan pada 89 % pasien. Kebanyakan pasien
mempunyai riwayat trauma berulang, seperti dijumpai
pada pembuat batu bata, pemasang pipa, operator mesin,
konduktor orkestra, dan pemain tenis. Penyebab kompresi
lain bisa tumor, lipoma, proliferasi sinovial pada
artritis rematoid, atau fraktura kepala radius.
2. TENNIS ELBOW
Roles dan Maudsley menjelaskan lingkup kelainan mulai
epikondilitis lateral hingga kelemahan ekstensor yang
parah. Mereka memasukkan juga sindroma terowongan
radial. Pada pemeriksaan, terdapat nyeri tekan diatas
epikondil lateral humerus atau tepat didistal kepala
radial dimana saraf menuju otot supinator. Penambahan
nyeri yang khas terjadi bila ekstensi jari tengah
ditahan. Manuver ini akan menegangkan origo otot
ekstensor karpi radialis brevis dan selanjutnya menekan
saraf. Cedera origo tendo ekstensor karpi radialis
brevis pada epikondil lateral berhubungan dengan epi-
kondilitis, tennis elbow yang klasik. Injeksi lokal
lidokain dan kortikosteroid memberikan pengurangan
gejala yang sementara.
Elektrodiagnostik bisa memperlihatkan penundaan
latensi motor dari alur spiral ketepi medial otot
ekstensor digitorum komunis, namun biasanya normal.
Pasien yang tidak membaik dengan pencegahan trauma,
penggunaan bidai, serta pemberian anti-inflamatori,
eksplorasi dengan dekompresi saraf radial permukaan
diindikasikan.
3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS POSTERIOR
Berbeda dengan sindroma terowongan radial dimana gejala
dan temuan yang predominan adalah gangguan motor dari
pada nyeri atau sensori. Arkade Frohse merupakan
struktur pengkonstriksi utama. Kelemahan berat otot
yang diinervasi radial tampil dengan ketidakmampuan
mengekstensikan jari-jari pada sendi metakarpofalangeal.
Dorsifleksi pergelangan arah dorsoradial disebabkan
oleh paralisis otot ekstensor karpi ulnaris dan
ekstensor digitorum komunis. Otot brakhioradialis,
ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi
radialis brevis, dan supinator tidak melemah karena
diinervasi oleh cabang yang timbul sebelum titik dimana
saraf radial masuk arkade Frohse. Pada sindroma ini,
nyeri dan nyeri tekan lokal diikuti oleh gangguan
motor progresif. Bila gangguan sensori tampil, harus
dipikirkan lesi yang lebih proksimal.
Temuan elektrodiagnostik dari cedera aksonal pada
saraf interosseus posterior berupa hasil sensori radial
yang normal (Russel, 1991). Amplitudo dari respons
motor radial normal atau berkurang pada pencatatan dari
otot yang diinervasi saraf radial distal. Denervasi
dijumpai pada semua otot yang diinervasi saraf radial
kecuali otot triseps, brakhioradialis, ekstensor karpi
radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan
ankoneus.
Pasien dengan sindroma saraf interosseus posterior
dengan temuan motor yang bermakna, diindikasikan untuk
eksplorasi bedah. Pasien dengan perjalanan penyakit
yang kurang berat, maka istirahat, bidai, dan anti-
inflamatori diindikasikan.
4. SINDROMA WARTENBERG
Jarang. Disebabkan kompresi saraf radial permukaan pada
lengan bawaf. Khas dengan nyeri lengan bawah proksimal
serta hipoestesia diatas jempol dorsal. Tidak ada
kelemahan. Kompresi biasanya disebabkan trauma atau
pemakaian band yang ketat atau arloji. Temuan elektro-
diagnostik kelainan saraf radial permukaan terdiri dari
hanya gangguan atau hilangnya respons sensori saraf
radial (Russel, 1991).
d. Kelainan Jeratan pada
Saraf Supraskapuler
Saraf supraskapuler adalah saraf perifer campuran yang
memberikan inervasi motor otot supraspinatus dan infra-
spinatus. Tidak ada distribusi kutan, namun memberikan
catu sensori kekapsula posterior sendi bahu. Sindroma
kompresi saraf ini adalah nyeri diaspek posterior bahu
dengan kelemahan dan akhirnya atrofi otot yang terkena.
Kelemahan dan atrofi menyebabkan kesulitan mengangkat
lengan keatas kepala dan kelemahan rotasi eksternal.
Kelemahan otot infraspinatus jelas karena sedikit
jaringan diatas otot infraspinatus. Tidak terganggunya
otot deltoid dan rhomboid membedakannya dari lesi akar
saraf C5.
Saraf supraskapuler mulai sebagai cabang dari
batang atas pleksus brakhial dan berjalan paralel dan
terletak dalam keperut inferior otot omohioid. Ia
berjalan dalam ke otot trapezius dan melalui takik
supraskapuler kefossa supraspinosa. Pada takik, ligamen
supraskapuler menekan saraf. Arteria supraskapuler
berjalan superfisial keligamen. Pada fossa supra-
spinosa, saraf selebihnya melengkung sekeliling tepi
lateral taju untuk masuk ke fossa infraspinosa. Renga-
chary menjelaskan bentuk takik supraskapuler sebagai
berkisar antara takik yang dalam yang luas serta
foramina tulang. Takik yang lebih kecil lebih sering
terkena kelainan saraf jeratan. Freidberg, 1992,
memperlihatkan efek sling dimana saraf tertekan oleh
tepi inferior yang tajam dari ligamen. Foto polos
skapula, yang memperlihatkan takik, bisa bermanfaat
menentukan diagnosis.
Cedera berulang berperan sebagai penyebab, walau
dapat dijumpai pula pada cedera terbatas. Goldner dan
Rengachary menemukan pada pemain 'football'. Shabas dan
Scheiber menjelaskan kasus yang dijumpai pemakai kruk
yang ukurannya tidak baik dengan penekanan bahu
berlebihan disertai ayunan yang berlebihan. Juga
berhubungan dengan melempar dan memukul pada baseball.
Tes konduksi belum begitu jelas (Russel, 1991).
Denervasi otot supraspinatus dan infraspinatus, utuhnya
otot paraspinal servikal, deltoid, serta rhomboid,
konsisten dengan diagnosis tersebut.
Clein menganjurkan pembebasan secara bebas secara
dini. Alasannya, serupa dengan Friedberg, adalah nyeri
akan berkurang dengan segera, namun fungsi motor
kembali lebih lambat.
e. Sindroma Pintu Torasik
(Thoracic Outlet Syndrome)
Merupakan subjek yang kontroversial. Luoma dan Nelem
mengemukakan anatomi serta berbagai sindroma yang
dikategorikan kedalam sindroma ini. Berkas neuro-
vaskuler brakhial berjalan melalui pintu torasik menuju
lengan. Pintu torasik dibagi sebagai segitiga
intraskalen, rongga kostoklavikuler, dan kanal sub-
korakoid. Kebanyakan kasus kompresi neurovaskuler
terjadi pada bagian pertama karena anomali iga pertama
atau oleh band fibrosa yang berjalan dari puncak iga
yang tak sempurna atau prosesus tranversus C7 prominen
ketuberkel skalen iga pertama. Kelainan didapat
lainnya yang menekan pleksus brakhial harus diingat,
seperti fraktura dengan pembentukan kalus, aneurisma
arteria subklavia, dan tumor (paling sering tumor
Pancoast).
Wilbourn menjelaskan lima sindroma klinis. Pertama
adalah sindroma arterial major. Sindroma ini berkaitan
dengan kelainan tulang, seperti iga servikal. Dinding
arterial rusak dan terjadi dilatasi poststenotik.
Trombus bisa ditemukan pada pembuluh, lepas sebagai
emboli, serta fenomena Raynaud. Keadaan ini merupakan
kegawatdaruratan bedah.
Kedua adalah sindroma arterial minor. 80 % dewasa
berkurang atau hilang denyut radialnya saat mengangkat,
mngabduksi, dan merotasi eksternal lengannya. Dengan
fotopletismografi saat tes provokasi pada orang normal,
Gergoudis dan Barnes menemukan obstruksiarterial, namun
asimtomatik pada 60 % subjek dan obstruksi bilateral
pada 33 % subjek.
Ketiga adalah sindroma obstruksi venosa. Trombosis
spontan vena subklavia atau aksiler bisa dijumpai pada
orang muda setelah kegiatan berulang yang berat dari
anggota atas. Terjadi sianosis, pembengkakan, dan nyeri
pada anggota. Pleksus brakhial tidak terkena. Klasi-
fikasi sindroma ini sebagai jenis sindroma pintu
torasik mungkin tidak tepat.
Keempat adalah sindroma pintu torasik sesungguhnya.
Komponen utama sindroma ini adalah kelemahan dan
pengecilan otot intrinsik tangan. Sindroma ini juga
berhubungan dengan nyeri intermiten lengan bawah medial
dan merupakan satu-satunya sindroma pintu torasik yang
diterima secara luas. Temuan patologis biasanya adanya
band fibrosa dari iga servikal rudimenter keiga pertama
yang menekan berkas bagian bawah pleksus brakhial. Pada
75 % pasien, semua otot intrinsik melemah dan mengecil.
Otot tenar paling parah pengecilannya karena gangguan
pleksus berkas bagian bawah paling parah mengenai
serabut saraf keeminens tenar. Jarang pasien dengan
sindroma pintu torasik neurogenik sesungguhnya
mengalami penurunan amplituda sensori ulnar seperti
juga penurunan amplituda motor median dan ulnar pada
sisi yang terkena (Russel, 1991). Otot yang diinervasi
saraf median, ulnar dan radial, yang juga diinervasi
berkas bagian bawah dan kord medial pleksus brakhial,
akan mengalami denervasi. Tindakan adalah pembebasan
secara bedah atas band yang menjepit. Prognosis otot
yang mengecil pada tangan adalah buruk.
Kelompok terakhir adalah yang disebut oleh
Wilbourn sebagai 'sindroma pintu torasik neurogenik
yang diperdebatkan'. Kebanyakan operasi dilakukan untuk
kelompok ini. Wilbourn meyakini bahwa kriteria untuk
operasi biasanya berbatas luas dan sulit. Sidroma nyeri
adalah tanpa perubahan anatomis atau fisiologis. Tidak
ada temuan klinis atau laboratori yang objektif. Hasil
tes elektrodiagnostik normal. Tidak ada bukti adanya
kompresi neural serius akan terjadi bila keadaan ini
tidak diperbaiki. Insidens neurosis dan litigasi tinggi
pada kelompok ini. Rasa skeptisnya Wilbourn diperkuat
Cherington. Ia mempercayai bahwa moratorium harus
ditujukan atas tindakan operasi pada sindroma ini. Ia
mencatat komplikasi nyata yang berkaitan dengan
operasi.
Pada sindroma ini, seperti juga pada kelainan
saraf jeratan lainnya, penilaian teliti atas riwayat
dan pemeriksaan fisik serta hasil elektrodiagnosis akan
memberikan seleksi yang baik atas pasien untuk tindakan
dan jenis tindakan operasi yang memadai.