
Karena kenikmatan putaw itulah, Daniel pernah menjadi junkie dalam arti sesungguhnya. “karier” puncaknya, ia pernah menjadi second-line bandar putaw dengan wilayah peredaran tak jauh dari rumahnya. Peristiwa lainnya, ia pernah di penjara, pernah ditangkap di Bekasi ketika lagi nyuntik putaw, sementara jarumnya masih nancep di lengan. Kemudian jadi gembel di Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat, tidur di terminal untuk menunggu Bandar putaw buka di daerah Jakarta pusat tersebut. Pendek kata, perbuatan yang mengerikan untuk ukuran orang waras pernah ia lakukan.
Berbagai peristiwa yang menjadi derita dalam perjalanan hidupnya pun kerap ia terima semisal dari keluarga, berupa siksaan sejak kecil dan diperlakukan tak adil dari kedua orang tuanya. Hal dasar itulah yang menjadi alasan kuat bagi Daniel untuk mencari jalan keluar bagi kebuntuan hidupnya di rumah. Terucap dari mulutnya, sebetulnya ia tak memiliki kecenderungan menjadi pecandu. Kalau akhirnya memilih jadi pecandu, ia justru merasa at home di tengah-tengah komuintas para junkie. Seiring berjalannya waktu menjadi seorang pecandu, kehidupan Daniel nyaris pecah berkeping-keping dan berada diujung kehancuran. Beruntung tangan Tuhan masih mau menjamahnya dan mengangkatnya dengan peristiwa meninggalnya pacar tercinta yang juga pecandu karena overdosis.
Padahal, menurut pengakuan Daniel, mereka sama-sama sudah bosan hidup begini-begini melulu, dan sepasang kekasih itu berkeinginan hidup normal dan sehat. Setelah dihajar duka karena kepergian sang kekasih, muncul duka yang lain dimana orangtuanya pun mengusir Daniel dari rumah. Hal itu terjadi lantaran mereka sudah tak sanggup lagi mengurusi kebiasaan Daniel yang selalu memakai narkoba. ketika terusir dari rumah, ia pun pergi ke sebuah gereja di daerah Depok. Hal itu dilakoninya, karena ia merasa sudah tidak ada tempat lagi buatnya untuk berkeluh kesah. Dalam doanya kepada Tuhan, ia berkata “Tuhan gue sudah bosen hidup begini terus dan kepengen sembuh, terserah gimana caranya. Bantulah aku Tuhan”. Di gereja tersebut, ia bertemu seorang pendeta yang sekaligus membantunya dan dibawa ke klinik yang ada di gereja untuk diobati akibat kecanduan zat adiktif tersebut.
Sudah lima tahun Daniel dinyatakan bersih dari narkoba. Kini, ia malah menjadi relawan dan menolong para junkie agar hidup lebih sehat untuk meninggalkan narkoba. Tak Cuma itu, lelaki yang mengaku tak bisa pindah ke lain hati pada wanita lain ini pun dengan setia mendampingi mereka yang terjerumus narkoba dan terkena virus HIV/AIDS dengan penuh kasih sayang. Sepeninggal kekasihnya yang pergi menghadap Tuhan, Daniel lebih banyak menghabiskan waktunya bersama-sama pecandu dan komunitas gereja. Rencana untuk mendirikan sebuah workshop kerajinan tangan untuk menopang kehidupan mereka kelak secara ekonomi, kini teronggok di sudut gudang rumah kekasihnya bersama sisa keranjang pembungkus yang pernah ia bikin bersama sang kekasih untuk dijual kepada para kenalannya tempo dulu.
Meski kini kehidupannya telah berubah 180 derajat, dan awan kedukaan karena ditinggal kekasih hatinya terus menyelimuti dirinya. Namun ia akan bertahan sekuatnya untuk tak balik ke jalan yang gelap yang pernah ia lewati kendati kesedihan kadang-kadang menderanya. Apalagi ujian berat untuk keluar dari jerat narkoba telah ia lalui dengan gemilang. Bukankah kemudian ia juga merasakan betapa bermanfaat hidupnya sekarang ini untuk para pecandu dan penderita HIV/AIDS yang membutuhkan kasih sayangnya. Dibalik itu semua, ada satu kalimat “pamungkas” yang ia ucapkan, kenapa sampai detik ini dia mampu mengusir segala kesedihan dari hatinya, ternyata ia menyadari kalau yang mati itu tak pernah akan kembali.
Site: Info Narkotika