Candu rokok mulai merajalela dikalangan pelajar, bahkan pada anak Sekolah Dasar (SD). Ironis jika candu rokok sudah meracuni kalangan murid SD. Kasusnya justru ditemukan di daerah-daerah miskin.
Psikiater Prof Dadang Hawari mengemukakan, penerimaan kas negara dan ketersediaan lapangan kerja menjadi dalih terhadap keberadaan industri rokok di tanah air selama ini.
Alhasil, konsumsi rokok terus merajalela. Bahkan, khusus dikalangan pelajar, konsumsi rokok sudah merambah ditingkat SD. “Kampanye anti rokok tidak efektif jika hanya bersandar pada slogan formalitas. Kampanye harus dibarengi kesadaran kolektif semua pihak untuk mengurangi konsumsi rokok. Bila perlu cukai dan harga jual rokok yang berlaku saat ini dinaikan lagi berlipat ganda, “ujarnya.
Dia menambahkan, pengeluaran uang untuk rokok itu lebih banyak dari biaya beli buku. Ironisnya, orang tua murid kesulitan membeli bahan pokok. Candu rokok ikut menambah rumit lingkaran kemiskinan dinegeri ini.
Dadang mengatakan, satu dari tiga remaja di Indonesia saat ini sudah pernah mengisap rokok. Apalagi candu rokok adalah gerbang menuju penggunaan zat-zat adiktif berbahaya, seperti minuman keras, narkotika, dan psikotropika.
“Mulanya coba-coba, lalu akhirnya kecanduan. Masalahnya, kalangan remaja dipastikan tidak selamanya punya uang berlebih untuk memenuhi zat-zat adiktif, “ujarnya. Ketika naluri candu sudah menagih, pikiran sangat potensial mengarah pada tindak kriminal, semisal mencuri dan menodong,”ujarnya.
Untuk mengefektifkan kampanye anti rokok, ia mengingatkan perlunya kesadaran kolektif seluruh lapisan masyarakat tentang bahaya rokok. “Harus ada citra bahwa remaja yang cerdas, gagah, dan sehat adalah remaja yang tidak merokok,” katanya.
Psikiater Prof Dadang Hawari mengemukakan, penerimaan kas negara dan ketersediaan lapangan kerja menjadi dalih terhadap keberadaan industri rokok di tanah air selama ini.
Alhasil, konsumsi rokok terus merajalela. Bahkan, khusus dikalangan pelajar, konsumsi rokok sudah merambah ditingkat SD. “Kampanye anti rokok tidak efektif jika hanya bersandar pada slogan formalitas. Kampanye harus dibarengi kesadaran kolektif semua pihak untuk mengurangi konsumsi rokok. Bila perlu cukai dan harga jual rokok yang berlaku saat ini dinaikan lagi berlipat ganda, “ujarnya.
Dia menambahkan, pengeluaran uang untuk rokok itu lebih banyak dari biaya beli buku. Ironisnya, orang tua murid kesulitan membeli bahan pokok. Candu rokok ikut menambah rumit lingkaran kemiskinan dinegeri ini.
Dadang mengatakan, satu dari tiga remaja di Indonesia saat ini sudah pernah mengisap rokok. Apalagi candu rokok adalah gerbang menuju penggunaan zat-zat adiktif berbahaya, seperti minuman keras, narkotika, dan psikotropika.
“Mulanya coba-coba, lalu akhirnya kecanduan. Masalahnya, kalangan remaja dipastikan tidak selamanya punya uang berlebih untuk memenuhi zat-zat adiktif, “ujarnya. Ketika naluri candu sudah menagih, pikiran sangat potensial mengarah pada tindak kriminal, semisal mencuri dan menodong,”ujarnya.
Untuk mengefektifkan kampanye anti rokok, ia mengingatkan perlunya kesadaran kolektif seluruh lapisan masyarakat tentang bahaya rokok. “Harus ada citra bahwa remaja yang cerdas, gagah, dan sehat adalah remaja yang tidak merokok,” katanya.